REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru telah menjadi negara pertama di dunia yang memperluas larangan kantong plastik di supermarket menjadi kantong tipis, yang biasanya digunakan untuk menyimpan buah atau sayuran.
Langkah tersebut, yang mulai berlaku pada Sabtu (1/7/2023). Larangan kantong plastik untuk produk segar ini merupakan bagian dari kampanye pemerintah yang lebih luas melawan plastik sekali pakai.
Sebagian besar pembeli sudah membawa tas sendiri ke toko setelah kantong plastik sekali pakai dilarang pada 2019. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara telah memberlakukan biaya atau larangan kantong plastik.
"Selandia Baru menghasilkan terlalu banyak sampah, terlalu banyak sampah plastik," kata Associate Menteri Lingkungan Hidup Rachel Brooking dilansir BBC, Senin (3/7/2023).
Dia menambahkan, lebih dari 1 miliar kantong plastik telah diselamatkan sejak larangan kantong plastik yang lebih tebal mulai berlaku pada 2019. Langkah baru ini diharapkan dapat mencegah penggunaan 150 juta kantong plastik per tahun.
Kritikus telah mengemukakan kekhawatiran bahwa pembeli mungkin hanya menempatkan belanjaan di kantong kertas sekali pakai, yang masih tersedia di supermarket. "Hal itu masih bisa dilakukan, tetapi kami benar-benar ingin mengurangi kemasan apa pun sekali pakai," kata Brooking.
"Jadi kami ingin orang-orang membawa tas sendiri dan supermarket menjual tas produksi yang dapat digunakan kembali," tambahnya.
Jaringan supermarket Countdown, yang mengoperasikan lebih dari 185 toko di seluruh Selandia Baru, telah mulai menjual tas jaring poliester yang dapat digunakan kembali. Perusahaan berharap ini akan mendorong pembeli untuk menggunakan tas yang dapat digunakan kembali untuk buah dan sayuran.
"Kami tahu perubahan itu sulit dan (itu) akan memakan waktu cukup lama. Kami juga mendapati beberapa pelanggan marah," kata Kepala Bagian Keberlanjutan di Countdown Catherine Langabeer.
Pemerintah Selandia Baru telah membuat kemajuan dalam inisiatif lain untuk mengatasi perubahan iklim. Pada bulan Oktober, diusulkan untuk mengenakan pajak atas gas rumah kaca yang dihasilkan oleh hewan ternak seperti domba dan sapi. Skema pertama di dunia akan melihat petani membayar emisi pertanian dalam beberapa bentuk pada 2025. Industri pertanian negara menyumbang sekitar setengah dari emisinya.