Selasa 04 Jul 2023 09:52 WIB

Pakar Pidana Sebut Keberanian Kejagung Sikat Elite Jadi Kunci Kepercayaan Publik

Publik percaya pengusutan korupsi kejagung murni penegakkan hukum.

Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Muzakir menilai tingginya kepercayaan publik pada kejaksaan karena mereka berani menindak elit yang korupsi.
Foto: Youtube
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Muzakir menilai tingginya kepercayaan publik pada kejaksaan karena mereka berani menindak elit yang korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar pidana Muzakir mengatakan keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memproses hukum orang-orang, yang mempunyai kekuasaan ekonomi ataupun politik, menjadi faktor penting dalam tingginya kepercayaan publik terhadap mereka.

“Rakyat itu kan tahu mana penegak hukum yang pilih-pilih, siapa yang lebih ke politik dibanding penegakan hukum,” kata Muzzakir, Selasa (4/7/2023).

Dalam konteks ini, menurut Muzakir, sebagian besar jaksa menampakkan tidak bersinggungan dengan politik. Misalnya, kasus-kasus yang ditangani terkait dengan BUMN atau lembaga lain yang bersinggungan langsung dengan politik. “Sehingga Kejaksaan menunjukkan penyelamatan kerugian negara yang lebh besar,” ujar Muzakir.

Dalam banyak kasus yang ditangani Kejaksaan, menurut dia, pengadilan pun memutus soal pengembalian kerugian negara yang cukup besar. Sementara polisi ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengembalian kerugian negaranya tidak cukup besar.

Ditambahkan juga, penilaian publik atas Kejaksaan berbeda dengan KPK. Dikatakannya, KPK dinilai publik lebih asyik dengan instrumen politiknya. Hal ini yang justrru membuat orang jengah dengan KPK. “Dan record-nya KPK bisa terbaca dari situ. Akibatnya, rakyat juga tidak percaya dengan penegakan hukum. Ini orang baik-baik kok ditetapkan sebagai tersangka,” kata dia.

Dalam posisi publik percaya kemurnian penegakan hukum dibandingkan unsur politik, Muzakir memercayai hasil survei tingginya kepercayaan terhadap kejaksaan. “Masyarakat sudah mulai cerdas (melihat penegakan hukum dan politik),” kata Muzakir.

Diakuinya, memang tidak ada penegak hukum yang sepenuhnya bersih. Tapi, menurut Muzakir, publik melihat keberanian kejaksaan melakukan penegakan hukum terhadap orang yang memiliki kekuasaan ekonomi ataupun politik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement