Selasa 04 Jul 2023 10:53 WIB

KPK: Banyak Kepala Daerah Korupsi karena Biaya Politik Mahal

Biaya alokasi untuk calon kepala daerah bisa mencapai Rp 30 miliar.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata .
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti masih banyaknya kepala daerah yang korupsi. Salah satu penyebabnya adalah biaya politik atau money politic dalam pemilu.

“Sebuah pertanyaan besar, kenapa banyak kepala daerah yang korupsi, ternyata biaya politik yang mahal akar masalahnya,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Baca Juga

Alex mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh KPK dan Kemendagri, biaya alokasi calon kepala daerah/wali kota/bupati mencapai Rp 20-30 miliar. Namun, dengan jumlah tersebut belum dapat memastikan pasangan calon kepala daerah memenangkan pemilu.

"Sehingga, terbayang berapa banyak biaya yang harus dilipatgandakan jika ingin menang," ujar Alex.

Selain itu, menurut Alex, tak jarang, dana sponsor/vendor daerah setempat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi biaya politik. Melalui pendanaan tersebut, calon kepala daerah yang didukung diharapkan dapat menang dan akan mempermudah vendor dalam memenangkan lelang proyek pembangunan nantinya.

Di sisi lain, Plh Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Mahfud MD menyampaikan bahwa politik uang akan selalu ada. Dia pun mengibaratkan pemimpin yang melakukan adalah seorang penjahat yang dapat merusak masa depan negara.

Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia harus secara kolektif melawan praktik curang itu. “Untuk itu perlu sinergi antara instansi, penyelenggara, penegak hukum, dan media. Jangan sampai ada intervensi atau ada tumpang tindih dalam menciptakan iklim pemilu yang berintegritas. Mari kuatkan rasa cinta terhadap bangsa ini dan sangat penting apabila terus disuarakan,” kata Mahfud menegaskan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement