Selasa 04 Jul 2023 15:13 WIB

Sebelum Meninggal, Jo Lindner Bikin Postingan Terakhir Ini, Ungkap Soal Terapi Testosteron

Para ahli medis telah memperingatkan orang-orang tentang risiko terapi testosteron.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Binaragawan sekaligus Youtuber Jo Linder meninggal dunia pada usia 30 tahun. Pada postingan terakhirnya, dia memngungkapkan soal terapi hormon.
Foto: Instagram/@joesthetics
Binaragawan sekaligus Youtuber Jo Linder meninggal dunia pada usia 30 tahun. Pada postingan terakhirnya, dia memngungkapkan soal terapi hormon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Influencer kebugaran Jo Lindner yang lebih dikenal sebagai Joesthetics meninggal dunia pada usia 30 tahun. Kematiannya dikonfirmasi oleh pasangannya, Nicha.

Apa penyebab kematian Lindner? Dalam postingannya terakhir, ia mengungkapkan sedang menjalani terapi hormon. Influencer kebugaran lainnya, Noerl Deyzel, juga mengonfirmasi kematian Jo Lindner. Dalam sebuah posting Instagram, Noel Deyzel menulis, "Beristirahatlah dengan tenang Jo. Aku mencintaimu, kawan," tulisnya sambil membagikan foto mereka berdua bersama.

Baca Juga

Jo Lindner diikuti secara luas di media sosial dan memiliki sekitar 8,5 juta pengikut di Instagram dan biasa membagikan postingan tentang rejimen pelatihannya. Laporan mengatakan Jo meninggal di Thailand.

Dilansir laman Nomic Times, Selasa (4/7/2023), Nicha memposting penghormatan kepada mendiang binaragawan itu. Di akun @immapeaches, dia mengatakan aneurisma menyebabkan kematian Lindner. Nicha memiliki sekitar 140 ribu pengikut di Instagram dan merupakan binaragawan dan pelatih kebugaran Thailand.

Dalam postingannya, Nicha mengeklaim Jo Lindner telah melaporkan sakit leher beberapa hari sebelumnya. "Dia ada di pelukanku, ini terjadi terlalu cepat, 3 hari yang lalu dia terus mengatakan bahwa lehernya sakit, kami tidak begitu menyadarinya sampai terlambat," kata Nicha di postingannya.

Dalam posting media sosial terakhirnya, Jo Lindner telah menyebutkan bahwa "Ketika saya kehilangan keuntungan karena saya melakukan segalanya selama 1 tahun tetapi kemudian tidak dapat memulihkan tingkat tes saya sendiri sehingga kembali menggunakan TRT," ujar Jo dalam postingannya.

Hal ini mengacu pada terapi penggantian testosteron (sering disebut sebagai terapi TRT yang digunakan untuk mengembalikan kadar hormon normal). "Percayalah, saya mencoba untuk berhenti tetapi waspadalah bahwa itu mungkin memiliki efek jangka panjang bagi hidup Anda. TRT adalah komitmen besar, ingatlah itu," kata Jo Lindner dalam postingan terakhirnya.

Dalam sebuah artikel yang diposting di Harvard Health, para ahli medis telah memperingatkan orang-orang tentang risikonya saat mempertimbangkan terapi testosteron atau terapi lainnya. Pria yang menggunakan bentuk terapi testosteron jangka panjang tampaknya memiliki risiko masalah kardiovaskular yang lebih tinggi, seperti serangan jantung, strok, dan kematian akibat penyakit jantung.

Beberapa dokter juga memiliki kekhawatiran bahwa terapi testosteron dapat merangsang pertumbuhan sel kanker prostat. Seperti risiko jantung hipotetis, buktinya beragam. Tetapi karena kanker prostat sangat umum, dokter cenderung curiga untuk meresepkan testosteron kepada pria yang mungkin berisiko.

Apa itu aneurisma? Menurut American Heart Association, aneurisma terjadi ketika bagian dari dinding arteri melemah, memungkinkannya membengkak atau melebar secara tidak normal. Selain penyebab turun-temurun, cedera juga dapat menyebabkan aneurisma.

"Riwayat aneurisma keluarga dapat meningkatkan risiko Anda untuk mengembangkan aneurisma. Faktor risiko lain termasuk tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan penggunaan tembakau," kata asosiasi jantung di situsnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement