REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Tubuh Noureddin Marshoud yang berusia 16 tahun terbujur kaku di ruang jenazah di sebuah rumah sakit di Jenin pada Selasa (4/7/2023). Dia terbunuh dalam operasi militer Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Marshoud adalah salah satu dari empat anggota kelompok perlawanan Palestina, Jihad Islam yang tewas pada Senin (3/7/2023) selama serangan Israel di kamp pengungsi Jenin. Kerabat Marshoud yang berduka membelai wajahnya saat jasadnya dibaringkan dengan kain kafan di rumah sakit terdekat.
Ayah Marshoud, Hussam, mengatakan, dia bergegas ke rumah sakit setelah mendengar seorang teman putranya terluka. Ketika itu, Hussam belum mengetahui bahwa putranya menjadi salah satu korban tewas dalam serangan Israel. Namun Hussam punya firasat buruk.
"Saya ingin pergi ke rumah sakit. Saya merasa sesuatu akan terjadi," ujar Hussam.
Sedikitnya 11 warga Palestina tewas dalam operasi Israel yang dimulai pada Senin. Ini adalah salah satu serangan terbesar di Tepi Barat dalam beberapa tahun. Beberapa korban tewas dilaporkan berusia remaja. Jihad Islam yang didukung Iran mengatakan bahwa bersama Marshoud bersama para pejuang lainnya yang berusia 17 tahun, 18 tahun, dan 19 tahun telah gugur.
Para pemuda Palestina terjebak dalam kekerasan spiral di daerah Tepi Barat seperti Jenin. Sebagian besar kaum muda di daerah tersebut sulit mendapatkan pekerjaan, dan harapan untuk masa depan telah diredupkan oleh prospek suram proses perdamaian yang hampir mati.
Israel mengatakan, operasi militer itu bertujuan untuk menghancurkan infrastruktur dan senjata kelompok perlawanan Palestina di kamp pengungsi Jenin. Kamp yang dihuni oleh sekitar 14.000 orang itu telah berubah menjadi kubu kelompok bersenjata Palestina.
Israel mengatakan, ada sekitar 50 serangan penembakan terhadap warga Israel sejak awal tahun oleh orang-orang dari daerah Jenin. Militer Israel telah mengkonfirmasi sembilan orang Palestina yang dibunuh oleh pasukannya adalah pejuang kelompok perlawanan.
Hamas mengatakan salah satu anggotanya tewas. Namun belum ada konfirmasi langsung dari sumber Palestina, apakah enam korban lainnya, termasuk laki-laki berusia 17 tahun sampai 23 tahun adalah pejuang atau warga sipil.
Kematian tersebut menambah jumlah korban gelombang kekerasan yang telah merenggut nyawa lebih dari 190 warga Palestina, termasuk pejuang dan warga sipil, serta 25 warga Israel dan asing sejak awal tahun. Kamp pengungsi Jenin telah muncul sebagai titik panas selama gelombang kekerasan Israel-Palestina, dengan konfrontasi mematikan yang sering terjadi.
Kamp itu juga menjadi tempat beberapa kekerasan terburuk selama Intifadah kedua, yang dimulai setelah kegagalan pembicaraan damai yang didukung AS pada tahun 2000, dan berkembang menjadi konflik bersenjata antara Israel dan kelompok militan Palestina. Pada 2002, Israel melancarkan serangan besar-besaran di kamp tersebut. Serangan itu merupakan bagian dari operasi Tepi Barat yang bertujuan untuk menghentikan serangan militan, termasuk bom bunuh diri yang menewaskan ratusan orang Israel.
Bulan Sabit Merah Palestina telah mengevakuasi 500 keluarga, atau sekitar 3.000 orang dari kamp tersebut dalam serangan terbaru pada Senin. Seorang warga Palestina, Jamal Hamdan memegang tangan saudara perempuannya saat mereka berjalan cepat keluar dari kamp pada Selasa (4/7/2023) pagi saat kekerasan mereda.
"Saya datang kemarin malam untuk membawa saudara perempuan saya ke rumah saya, tetapi kami terjebak," kata Hamdan.
Penghuni kamp mendata kerusakan termasuk jalan yang rusak parah akibat buldoser. Badan-badan bantuan PBB menyuarakan peringatan pada skala operasi Israel. Seorang juru bicara kantor kemanusiaan PBB mengatakan, kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh serangan udara telah memutus sebagian besar aliran air dan listrik di kamp tersebut.
Warga Jenin lainnya, Jihad Hassan khawatir dengan keselamatan keluarganya. Hassan mengatakan, dia melarikan diri dari setelah rumah tetangganya dihantam bom dan melukai kaki putranya.
"Kami menunggu untuk kembali ke rumah kami. Ini adalah sesuatu, ketika seseorang terpaksa meninggalkan rumahnya," kata Hassan yang berbicara di rumah sakit tempat putranya dirawat.