REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Jenin merupakan kegubernuran paling utara di Tepi Barat, dengan populasi sekitar 300.000 orang. Tanah subur di wilayah ini dihiasi dengan sisa-sisa saluran air irigasi kuno.
Jenin juga merupakan kota terbesar di kegubernuran di Tepi Barat. Di kota itu terdapat satu-satunya kamp pengungsi Palestina yang menjadi sasaran kekerasan yang cukup besar selama Intifadah Kedua.
Dilansir dari situs website lembaga non pemerintah, Anera, Kota Jenin telah menjadi tempat pemukiman manusia sejak zaman Neolitikum. Kota ini terletak di sepanjang jalur perdagangan kuno dari Nablus ke Haifa. Jenin adalah kota yang indah di atas bukit, yang menghadap ke kebun pohon zaitun, ara, dan jeruk.
Kegubernuran Jenin adalah rumah bagi Gereja Burqin, salah satu gereja tertua di dunia, serta Masjid Fatima Khatoun yang terletak di kota tua Jenin, yang berasal dari abad ke-16. Jenin dianggap sebagai rumah bagi musakhan, yang merupakan hidangan nasional Palestina.
Namun warga Palestina di Jenin mengalami pembatasan mobilitas yang diberlakukan Israel. Pos pemeriksaan militer dan tembok pemisah telah merugikan perekonomian wilayah tersebut. Jenin juga kehilangan akses ke sumber daya air yang penting. Sebagian besar petani beralih ke pertanian tadah hujan, yang menghasilkan keuntungan terbatas dengan musim panas yang keras di Jenin. Akibatnya, area yang luas dibiarkan tidak tergarap, dan banyak calon pencari nafkah yang secara tragis menganggur.
Jenin adalah rumah bagi universitas Palestina-Amerika yang dihormati yang melayani seluruh penduduk distrik. Jenin juga memiliki sekolah yang tak terhitung jumlahnya. Sekolah itu memberikan pendidikan yang baik untuk semua anak-anak di Jenin.