REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, negaranya telah merekrut 185 ribu personel tentara baru. Hal itu menjadi upaya konkret Rusia untuk memperkuat militernya yang hingga kini masih terlibat pertempuran di Ukraina.
“Menurut Kementerian Pertahanan, dari 1 Januari hingga 4 Juli, lebih dari 185 ribu orang diterima ke dalam jajaran Angkatan Bersenjata, di mana sekitar 109 ribu di antaranya adalah cadangan, serta kategori warga negara lain yang dipanggil untuk melayani di bawah kontrak,” kata Medvedev, Selasa (4/7/2023).
Mantan presiden Rusia itu mengungkapkan, hampir 10 ribu rekrutan baru telah bergabung dengan militer pekan lalu, tepatnya sesaat setelah gerakan pemberontakan singkat oleh pasukan tentara bayaran Wagner yang dipimpin Yevgeny Prigozhin. Rusia memang membuka pintu bagi anggota Wagner yang ingin bergabung dengan angkatan pertahanannya di bawah skema kontrak.
“Saya ingin secara khusus mencatat bahwa upaya pemberontakan bersenjata tidak mengubah sikap warga untuk mengontrak layanan di zona operasi militer khusus,” ujar Medvedev, mengacu pada pertempuran Rusia di Ukraina.
Tahun lalu Rusia mengumumkan rencana untuk meningkatkan ukuran angkatan bersenjatanya lebih dari 30 persen menjadi 1,5 juta personel tempur. Rencana tersebut dipandang sebagai ambisius. Pada September 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial.
Lewat kebijakan tersebut, Rusia memerintahkan warganya yang memenuhi persyaratan, mengikuti wajib militer. Moskow hendak mengerahkan mereka dalam pertempuran di Ukraina. Putin mengatakan, keputusan untuk mobilisasi parsial bertujuan untuk melindungi Rusia dan seluruh rakyatnya. "Ini untuk melindungi tanah air kita, kedaulatan, dan integritas teritorialnya, guna memastikan keamanan rakyat kita dan orang-orang di wilayah yang dibebaskan," ucapnya, 21 September 2022 lalu.
Kata-kata "wilayah yang dibebaskan" yang disinggung Putin dalam pernyataannya mengacu pada wilayah Ukraina yang kini sudah berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Pasca-pengumuman tentang kebijakan mobilisasi militer parsial, banyak warga Rusia yang memutuskan kabur ke luar negeri. Mereka enggan harus mengikuti wajib militer. Pada Oktober 2022, beberapa media lokal Rusia melaporkan, terdapat sekitar 700 ribu orang yang memilih melarikan diri ke luar negeri.