Kamis 06 Jul 2023 00:18 WIB

Rela Menerjang Ganasnya Ombak di Laut demi Anak Sukses di Darat

Nelayan di Pantai Mekar, Muaragembong, Bekasi rela mengais rejeki di laut demi anak.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Bilal Ramadhan
Salah seorang nelayan di Desa Pantai Mekar Muaragembong Bekasi, Gembong (60 tahun). Nelayan di Pantai Mekar, Muaragembong, Bekasi rela mengais rejeki di laut demi kesuksesan anak.
Foto: Ali Yusuf/Republika
Salah seorang nelayan di Desa Pantai Mekar Muaragembong Bekasi, Gembong (60 tahun). Nelayan di Pantai Mekar, Muaragembong, Bekasi rela mengais rejeki di laut demi kesuksesan anak.

REPUBLIKA.CO.ID, Tanah di halaman rumah Gembong (60 tahun) masih terasa lunak saat diinjak. Teriknya sinar matahari hari sampai pukul 15.30 WIB tidak membuat tanah seluas 10×5 meter persegi itu cepat kering.

"Hati-hati licin," kata Gembong ketika Republika.co.id mendekatinya saat dia memperbaiki perahunya, Selasa (4/7/2023).

Gembong langsung berdiri ketika Republika.co.id menyodorkan tangan kanan untuk menyalaminya. Namun, Gembong memberikan isyarat, tangannya tidak bisa menerima salam karena kotor sedang memegang cat dempul yang digunakan untuk menambah perahunya yang bocor. 

"Maaf tangannya kotor," katanya.

Warga RT 01 RW 01 Kp Muaragembong, Pantai Mekar ini menceritakan, halamannya itu telah terendam selama empat jam oleh air rob laut Jawa. Air rob laut Jawa itu setiap malam tepatnya pukul 20.00 WIB menggenangi rumahnya sampai pukul 00.00 WIB. 

"Baru surut jam sekitar jam 12 malam," kata Gembong.

Gembong mengaku tak merasa terganggu dengan genangan air rob itu. Katanya, air rob itu setiap malam selalu datang, tapi tidak sampai membuat rumahnya tenggelam.

"Paling tinggi 50 cm. Sebelum subuh sudah surut," katanya.

Gembong menceritakan, dua hari ini tidak bisa melaut karena kendaraan untuk menangkap ikan bocor menabrak karang ketika bersandar ke tepian. Gembong harus segera memperbaiki perahunya agar bisa kembali mencari ikan di lautan lepas. 

Melalui perahu inilah, Gembong menafkahi delapan anaknya yang kini sudah selesai mengeyam pendidikan dan bekerja di darat. Satu orang sudah selesai mengenyam pendidikan di salah satu universitas di Jakarta. 

"Biar saya sengsara di laut, tapi anak-anak sukses di darat," katanya.

Gembong mengatakan perahunya ini perlu perawatan secara berkala agar awet dan tahan lama. Gembong perlu punya uang sebesar Rp 17 juta untuk membuat perahu dari bahan kayu belum termasuk mesin dengan kapasitas 17 PK.

"Dua tahun yang lalu buat perahu ini Rp 17 juta. Supaya awet, harus apik pakainya," katanya.

Gembong mengaku tidak menentu mendapatkan tangkapan ikan di lautan. Kadang melaut dapat tangkapan ikan banyak, juga pernah sama sekali seharian di tengah laut tidak mendapatkan ikan sama sekali.

"Keadaan laut tidak bisa diprediksi. Kadang dapat banyak, kadang sama sekali tidak dapat. Semua tergantung rezekinya yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikan," katanya.

Selain Gembong, ada Maanih (54) yang berjuang dengan suaminya, Rahmat (65) berjuang di laut demi membiayai anak-anaknya sekolah. Kedua orang tua itu memiliki prinsip rela sengsara di tengah lautan ganas yang penting anaknya sukses di darat.

"Alhamdulillah bapaknya melaut empat anak-anaknya sekolah semua. Satu sudah masuk kuliah," katanya.

Maanih menceritakan, awal-awal menikah dia selalu ikut melaut dengan suaminya agar mendapat tangkapan ikan banyak. Namun setelah lahir beberapa anak berhenti melaut dan berjualan di darat.

"Suami kerja di laut, saya jualan di darat. Supaya bisa menyekolahkan anak-anak," katanya.

Maanih mengatakan, kini suaminya pergi kelautan khusus untuk menangkap udang dan rajungan tidak menangkap ikan. Untuk menangkap udang dan rajungan, suaminya menggunakan alat Bubu Naga. 

Naanih menceritakan, selama 12 jam di lautan, rata-rata suaminya berhasil menangkap enam kilo gram udang dan lima kilo gram rajungan. Pernah juga seharian di lautan tidak dapat apa, karena ada gelombang pasang. "Gak tentu dapatnya," katanya.

Maanih tidak menjelaskan kenapa hanya fokus menangkap udang dan rajungan tidak mendekat ikan. Menurutnya tanggapan ikan lebih sulit dan harus banyak alat yang digunakan sementara harga jualannya sama.

Meski demikian, suaminya pernah beberapa kali mendapat tangkapan ikan spesial seperti ikan kakap dengan berat 7 kilo gram dan ikan kerapu 8 ons. Dua ikan spesial itu dijual ke pelelangan hanya Rp 200 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement