Rabu 05 Jul 2023 22:54 WIB

Mengenal Tradisi Mbrandu yang Diduga Jadi Penyebab Antraks di Gunungkidul

Mbrandu yakni membeli sapi mati secara iuran bersama untuk meringankan pemilik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Gita Amanda
Tradisi mbrandu diduga menjadi sarana penyebaran penyakit antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul. (ilustrasi).
Foto: Kementan
Tradisi mbrandu diduga menjadi sarana penyebaran penyakit antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Tradisi mbrandu diduga menjadi sarana penyebaran penyakit antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul. Berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan pada 143 orang, terdapat 87 orang yang positif terpapar antraks. Banyaknya warga yang terpapar tersebut rupanya karena tradisi yang disebut dengan mbrandu.

Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widyastuti menjelaskan, tradisi ini yang menyebabkan Gunungkidul sering terjangkit antraks. "Iya itu adalah salah satu hal bikin kita tidak berhenti-berhenti ada antraks itu," ujar Retno Widyastuti, Rabu (5/7/2023).

Baca Juga

Tradisi mbrandu yakni kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama yang dimaksudkan untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Lalu daging sapi tersebut dibagikan kepada warga yang melakukan iuran. Biasanya harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu.

"Satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu. Uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan, jadi itu tujuannya apik. Pas saya di sana bilang kalau mau mbrandu ya mbrandu barang sehat gitu, barang bermutu, jadi tidak membahayakan manusia," tutur Retno.

Tidak hanya ternak mati yang disembelih, lewat tradisi mbrandu tersebut mereka juga menyembelih hewan ternak yang keracunan lalu dipotong ketika sudah akan mati. Dalam kasus antraks sekarang ini, ternak yang dipotong adalah ternak yang sudah mati.

Hal ini yang menyebabkan kasus antraks berulang kali terjadi di Gunungkidul. Padahal salah satu cara agar antraks tidak menyebar adalah dengan menguburnya, sehingga bakterinya tidak menyebar.

"Kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, 40-80 tahun di tanah," ujar Retno.

Upaya yang dilakukan agar spora itu tidak menyebar yakni dengan menyiram tanah yang terkontaminasi spora dengan 50 liter formalin 10 persen. Retno menambahkan bahwa tidak terjadi proses penularan antarmanusia, tetapi dari lingkungan dan hewan lalu ke manusia. Oleh karena itu, pihaknya berupaya melakukan sterilisasi tanah yang terkontaminasi.

 

Pemerintah Gunungkidul terus berupaya...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement