REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Maruf Amin meminta perusahaan yang ingin menyalurkan program tanggung jawab sosialnya atau CSR untuk terlebih dahulu mengooordinasikan ke pemerintah. Hal ini guna memastikan penyaluran CSR tepat sasaran ke masyarakat kurang mampu sekaligus menurunkan program kemiskinan ekstrem nol persen.
"Upayakan agar perencanaan program CSR oleh korporasi/badan usaha dapat lebih dulu dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait," ujar Kiai Maruf saat menghadiri Padmamitra Award Tahun 2022 Forum CSR Indonesia di The Soehanna Hall, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Menurutnya, penyaluran program bantuan sosial untuk mengurangi kantong-kantong kemiskinan, dapat dikoordinasikan dengan Kemenko Bidang PMK. Untuk program pemberdayaan ekonomi masyarakat, korporasi/badan usaha dapat berkoordinasi dengan Kemenko Bidang Perekonomian.
Sedangkan, dalam pengembangan desain program, penentuan wilayah dan jenis bantuan, termasuk keperluan pendampingannya agar dikoordinasikan dengan Kementerian Sosial bersama dengan instansi terkait lainnya. "Pelaksanaan program CSR juga harus dipastikan memenuhi kriteria, dengan kata lain Tepat Salur, Tepat Kualitas, dan Tepat Kuantitas," ujarnya.
Kiai Maruf juga mengimbau penyaluran CSR perusahaan menggunakan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang sudah dipadankan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Pemerintah.
"Bagi perusahaan yang menyalurkan bantuan CSR-nya kepada kelompok masyarakat miskin ekstrem, saya imbau untuk memanfaatkan Data P3KE tersebut, yang sudah ber-nama, ber-alamat, dan ber-peringkat berdasarkan desil terbawah tingkat kesejahteraan," kata Kiai Maruf.
Kiai Maruf mengatakan, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. Namun demikian, Pemerintah menyadari dalam menghapuskan kemiskinan ekstrem tersebut membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk swasta.
Untuk itu, Kiai Maruf menilai perlunya konvergensi program dan anggaran CSR untuk pengentasan kemiskinan baik yang berasal dari Pemerintah maupun pihak swasta. "Perlu dipastikan besaran bantuan yang diterima oleh kelompok miskin ekstrem mencapai kebutuhan nilai manfaat untuk keluar dari kemiskinan ekstrem," ujarnya.