Kamis 06 Jul 2023 22:57 WIB

Elon Musk Kacaukan Twitter, Pengguna dan Pengiklan Ramai-Ramai Hengkang

Deretan kebijakan Elon Musk dinilai membuat Twitter semakin kacau.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Banyak pengguna ingin keluar dari Twitter setelah Elon Musk mengambil alih platform sejak 2022 lalu.
Foto: EPA-EFE/MICHEL EULER / POOL MAXPPP OUT
Banyak pengguna ingin keluar dari Twitter setelah Elon Musk mengambil alih platform sejak 2022 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Deretan kebijakan Elon Musk dinilai membuat Twitter semakin kacau. John Wihbey, seorang profesor inovasi dan teknologi media di Northeastern University, mengatakan kepada AFP bahwa banyak pengguna ingin keluar dari Twitter karena alasan etis setelah Musk mengambil alih platform sejak 2022 lalu.

Tetapi sekarang, para pengguna juga memiliki alasan teknis untuk meninggalkan Twitter. “Keputusan Musk sejak awal untuk memecat ribuan pekerja berarti sudah lama mengharapkan platform tersebut akan secara teknis tidak dapat digunakan,” kata Wihbey.

Baca Juga

Musk mengatakan dia ingin membuat Twitter tidak terlalu bergantung pada iklan dan meningkatkan pendapatan dari langganan. Namun dia memilih spesialis periklanan Linda Yaccarino sebagai kepala eksekutifnya baru-baru ini, dan telah berbicara tentang "pertarungan tangan kosong" untuk memenangkan kembali pengiklan.

"Bagaimana Anda memberi tahu pengiklan Twitter bahwa pengguna gratis Anda yang paling terlibat berpotensi tidak akan pernah melihat iklan mereka karena batasan data pada penggunaannya," cuit Justin Taylor, mantan eksekutif pemasaran di Twitter, seperti dikutip dari Japan Today, Kamis (6/7/2023).

Mike Proulx, wakil presiden di firma riset pasar Forrester, mengatakan kekacauan yang ada di Twitter terbilang "sangat buruk" bagi pengguna dan pengiklan. "Pengiklan bergantung pada jangkauan dan keterlibatan, namun Twitter saat ini menghancurkan keduanya," kata dia kepada AFP.

Dia mengatakan Twitter telah "berpindah dari stabil ke startup". Yaccarino yang tetap tidak angkat bicara selama akhir pekan, akan berjuang untuk memulihkan kredibilitasnya, membiarkan pintu terbuka bagi saingan Twitter untuk meraup uang dari pengiklan.

Alasan teknis yang diberikan Musk untuk membatasi bacaan pengguna segera menimbulkan reaksi balik. 

Banyak pengguna media sosial berspekulasi bahwa Musk gagal membayar tagihan untuk servernya. 

Analis data sosial Prancis Florent Lefebvre mengatakan perusahaan AI lebih cenderung melatih model mereka pada buku dan artikel media daripada konten jejaring sosial, yang "kualitasnya jauh lebih buruk, penuh kesalahan dan kurang konteks".

Yoel Roth, yang mengundurkan diri sebagai kepala keamanan Twitter setelah Musk mengambil alih selama beberapa pekan, mengatakan gagasan bahwa data scraping telah menyebabkan masalah kinerja. "Scraping adalah rahasia umum akses data Twitter," tulisnya di jejaring sosial Bluesky, saingan Twitter lainnya. "Kami tahu tentang itu. Itu baik-baik saja,” lanjut dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement