Kamis 06 Jul 2023 13:39 WIB

Ilmuwan Muslim tak Dikenal Tapi Kemudian Mengubah Ilmu Kedokteran Dunia

Manuskrip ini jadi temuan yang mengubah ilmu kedokteran khususnya sirkulasi darah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi ilmuwan Islam.
Foto: wikipedia
Ilustrasi ilmuwan Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awalnya Ibnu Al Nafis tidak terkenal sebagaimana julukan yang sekarang disematkan oleh dunia kepadanya, 'Bapak Fisiologi Sirkulasi Darah'. Sumbangsihnya pada keilmuan kedokteran dunia pun tidak terlihat.

Hingga akhirnya, pada 1924, seorang dokter Mesir yang sedang belajar di Jerman, menemukan manuskrip berjudul Syarh Tasyrih Al-Qonun li Ibnu Sina (Penjelasan Anatomi Hukum Ibnu Sina).

Baca Juga

Manuskrip ini jadi temuan yang mengubah ilmu kedokteran khususnya pada sirkulasi darah, yang telah diyakini sebelumnya di dunia.

Dari manuskrip tersebut, diketahui bahwa penemuan sirkulasi darah dalam tubuh manusia adalah milik seorang dokter Muslim dari abad ke-13 bernama Ibnu Al Nafis.

Sebelum manuskrip Ibnu Al Nafis itu ditemukan, para ahli kedokteran meyakini bahwa darah terbentuk di hati atau limpa, kemudian mengalir melalui pembuluh darah setelah melewati jantung. Pandangan ini terpatahkan oleh penemuan Ibnu Al Nafis.

Ibnu Al Nafis kemudian dianggap sebagai salah satu cendekiawan Muslim besar yang meninggalkan jejaknya dalam sejarah manusia. Terutama di bidang kedokteran melalui penemuan-penemuan ilmiah, yang terbukti mengungguli dokter Inggris William Harvey yang selama empat abad dianggap sebagai orang yang menemukan sirkulasi darah.

Sistem sirkulasi darah yang ditemukan Ibnu Al Nafis juga mengoreksi apa yang diyakini Ibnu Sina dan Klaudius Galenus yaitu darah dihasilkan dari hati atau limpa lalu mengalir melalui pembuluh darah setelah melewati jantung.

Lihat halaman berikutnya >>>

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement