REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para wali merupakan orang yang senantiasa diliputi rasa syukur dan kegembiraan. Lantas, siapakah yang dimaksud wali di dalam Alquran?
Allah SWT berfirman dalam Alquran surah Yunus ayat 62-64,
أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ
لَهُمُ ٱلْبُشْرَىٰ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ ۚ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَٰتِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Alaa innaa awliyaaa'al laahi laa khawfun 'alaihim wa laa hum yahzanuun.
Allaziina aamanuu wa kaanuu yattaquun.
Lahumul bushraa filha yaatid dunyaa wa fil Aakhirah; laa tabdiila likalimaatil laah; zaalika huwal fawzul 'aziim."
"Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung."
Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam Tafsir Al Aisar menjelaskan, orang yang disebut para wali dalam ayat tersebut adalah ahlul iman dan takwa. Yakni orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.
Maksudnya, mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan juga kepada semua yang dibawa oleh Nabi dan Tuhannya. Dan mereka senantiasa takut akan kemurkaan Allah sepanjang hidup dan setiap waktu mereka.
Mereka tidak meninggalkan kewajiban sementara mereka mampu untuk mengerjakannya dan mereka juga tidak berani melakukan hal yang diharamkan Allah.
Loyalitas kepada Allah dibuktikan dengan menaati-Nya dan berusaha menyesuaikan dengan-Nya dalam perkara yang dicintai atau dibenci Allah. Barang siapa beriman dengan benar, maka Allah akan meridhainya dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan yang fardhu dan menjauhi larangan-Nya, dia telah menjadi wali Allah dan Allah menjadi wali baginya.