REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri sejumlah perusahaan yang pernah menggunakan jasa konsultan pajak milik eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Penelusuran ini dilakukan dengan memeriksa tiga saksi pada Rabu (5/7/2023).
Ketiga saksi itu adalah Direktur PT Apexindo Pratama Duta, Agustinus Bensik Lomboan; Direktur Keuangan PT Birotika Semesta, Rocky Joseph Pesik; dan Direktur Keuangan PT Airfast Indonesia yang diwakili atas nama Lilita. Pemeriksaan itu dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan adanya konsultasi perpajakan dari perusahaan para saksi dengan konsultan pajak milik tersangka RAT (Rafael Alun Trisambodo)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Tim penyidik KPK juga mengonfirmasi para saksi mengenai uang yang diterima Rafael sebagai bentuk pembayaran atas jasa konsultasi pajak tersebut. Namun, Ali tak membeberkan jumlah uang yang diberikan kepada ayah Mario Dandy Satriyo itu.
Selain ketiga saksi tersebut, KPK juga sejatinya meminta keterangan satu orang lainnya, yakni Direktur Keuangan PT Apexindo Pratama Duta. "(Namun) yang bersangkutan tidak hadir dan dijadwal ulang," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK menahan Rafael Alun atas kasus dugaan gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku kepala bidang pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam.
Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaan miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Rafael sering kali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. Dia diduga menerima gratifikasi 90 ribu dolar AS melalui perusahaan miliknya itu.
Kemudian, KPK melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut dan menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menyamarkan sejumlah aset miliknya yang berasal dari hasil korupsi. Berdasarkan hasil penyidikan awal, nilai pencucian uang itu ditaksir mencapai Rp 100 miliar.