REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Semua hewan berdarah panas, termasuk manusia, spesies hewan berkuku seperti sapi dan domba lebih rentan terkena antraks ketimbang kambing, kuda, dan babi.
Menurut dokumen Tatalaksana Penyakit Antraks yang diterbitkan FAO, kejadian antraks di Indonesia terjadi secara sporadis dan tahunan. Termasuk terkait dengan hujan deras atau perubahan lingkungan, misalnya banjir atau kekeringan. Pada 2018, kasus antraks dilaporkan terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Penyebaran penyakit antraks utamanya terjadi melalui makanan, cairan tubuh dari bangkai sangat menular, serta menggigit serangga dan lalat juga dapat menyebarkan penyakit. Masa inkubasi penyakit ini biasanya 3-7 hari, hingga 14 hari.
"Bakteri bersifat zoonosis mengakibatkan terancamnya kesehatan manusia yang berdampak kepada terganggunya ketentraman hidup masyarakat. Dengan besarnya tantangan penyakit tersebut bagi kesehatan hewan dan manusia, untuk tindakan pencegahan dan pengendalian diperlukan secara terintegrasi lintas sektor," ujar isi dokumen Tata Laksana Penyakit Antraks itu.
Kasus suspek antraks pada hewan atau satwa, antara lain, kematian mendadak, berdarah dari lubang tubuh alami, seperti mulut, anus, vulva, atau pembengkakan wajah dan leher pada anjing dan babi. Sementara pasien dengan riwayat kontak dengan binatang atau produknya yang terkontaminasi bakteri antraks, disertai gejala klinis masing-masing bentuk antraks.
Jenis penyakit antraks dan gejalanya
1. Antraks kulit
Muncul makula kecil warna merah membentuk papel gatal dan
tidak nyeri dalam waktu 3-5 hari setelah endospore masuk ke dalam kulit. Dalam waktu 24-26 jam papel membentuk vesikel, kemudian membentuk ulkus dan menjadi eskar, dikelilingi vesikel dan edema non-pitting. Gejala sistemik adalah demam, sakit kepala, malaise, dan limfadenopati regional.
2. Antraks gastrointestinal
Gejala mual, demam, nafsu makan menurun, akut abdomen, melena, hemetesis, diare berdarah dan asites. Bila tidak dilakukan terapi secara dini, akan terjadi toksemia, shock, dan kematian.
3. Antraks osofarings
Gejala demam, disfagi, radang tenggorokan, demam, limfadenopati regional, leher membengkak.
4. Antraks paru
Antraks paru terdapat 2 tahap yaitu, gejala tahap pertama (3 hari pertama) flu, nyeri tenggorok, demam ringan, sakit kepala, malaise, berkeringat, nyeri otot, mual, muntah, sakit perut, diare, batuk. Tahap kedua, syok, gagal napas, sianosis, stridor, perubahan status mental, nyeri dada, takikardia, ronki basah, tanda-tanda efusi pleura. Selanjutnya terjadi septikemi, toxic shock dan kematian.
5. Antraks meningitis
Antraks meningitis terjadi sebagai komplikasi dari 3 bentuk
utama antraks. Mortalitas hampir 100 persen. Terdapat tanda tanda perangsangan meningen, tekanan cairan serebrospinal meningkat, penurunan kesadaran. Cairan serebrospinal (LCS) berwarna kuning keruh kemerahan.