REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK---Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) meminta agar pihak kampus benar-benar teliti dalam menetapkan biaya kuliah agar sesuai dengan kondisi finansial mahasiswa. Hal ini terungkap setelah BEM UI menerima 800 keluhan mahasiswa baru terkait uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan.
"Kalau saya sih meminta kampus untuk betul-betul teliti dalam menetapkan biaya pendidikan, sekali lagi teliti untuk meninjau keberatan. Kedua, saya minta kampus introspeksi diri, masih pantas nggak jadi pimpinan kampus kalau ada sekian banyak aduan seperti ini tapi tidak direspons," jelas Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, Kamis (6/7/2023).
Dia juga meminta agar kampus segera merespons dan menyelesaikan polemik biaya kuliah yang dikeluhkan mahal ini. Hal ini lantaran pihak kampus sejauh ini tidak merespons tuntutan BEM UI, terutama terkait transparansi alasan kenaikan biaya kuliah.
Melki bahkan meminta agar kepala biro Humas UI untuk mundur karena dinilai tidak bisa menjadi penghubung yang baik. Bahkan ada pernyataan dari humas yang disebutnya blunder. "Biro Humas UI mending mundur saja, karena satu pernyataannya luar biasa blunder. Dan Humas UI tidak menunjukkan kapabilitas untuk bisa menjadi narahubung yang baik dari UI dan malah mengeluarkan berita-berita propaganda juga dan seakan menyalahkan keseluruhan mahasiswa UI yang minta keberatan dengan bilang pakai Pajero dan sebagainya," katanya.
Dia menjelaskan masalah biaya kuliah di UI yang dikeluhkan mahal berawal dari terbitnya surat keputusan (SK) rektor terkait biaya pendidikan pada awal tahun ini. BEM UI disebutnya telah mencium kemungkinan adanya masalah ke depannya saat itu dan telah beberapa kali minta penjelasan kampus, tapi tidak direspons.
Dia juga menyayangkan tindakan kampus yang tidak melibatkan mahasiswa dalam membuat kebijakan terkait biaya pendidikan ini. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa biasa dilibatkan.
"Direktur keuangan UI juga jadi masalah sampai sekarang tidak pernah beri penjelasan kenapa ada kenaikan, ada tarif baru dan sebagainya. Dan seandainya ada kenaikan, kan kita butuh matriks kenapa kelas segini sekian harganya, kenapa yang itu sekian harganya, agar perdebatannya ilmiah. Nah sampai sekarang kita nggak temukan ketegasan itu," katanya.