REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Pemerintah Jepang khawatir Cina akan menghentikan impor makanan laut dari negaranya. Hal itu menyusul rencana Jepang membuang air limbah radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke laut yang telah memperoleh persetujuan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Proses pembuangan rencananya dilaksanakan dalam beberapa pekan mendatang dan akan berlangsung hingga 40 tahun mendatang.
Kekhawatiran tentang dihentikannya impor makanan laut oleh Cina diungkap tiga pejabat pemerintah dan seorang anggota parlemen Jepang dari partai yang berkuasa, yakni Partai Demokratik Liberal. Dua pejabat di antaranya mengatakan, Cina bisa saja memberlakukan larangan menyeluruh atas impor makanan laut dari Jepang.
“Kami pikir mereka (Cina) mungkin memberlakukan larangan total terhadap produk laut Jepang. Mereka ingin menghukum Jepang secara ekonomi untuk ini (pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima,” ungkap salah satu pejabat Jepang, dikutip Reuters, Kamis (6/7/2023).
“Bagi Cina, impor produk maritim Jepang merupakan bagian kecil dari pasar mereka, tetapi bagi Jepang ini adalah pasar yang besar,” tambahnya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jepang menolak mengomentari kemungkinan larangan impor makanan laut oleh Cina. Cina adalah pembeli terbesar komoditas makanan laut Jepang tahun lalu. Beijing menyumbang 22,5 persen dari ekspor makanan laut Jepang senilai 87 miliar yen atau setara 604 juta dolar AS. Hong Kong menempati posisi kedua sebagai pengimpor terbesar, yakni 19,5 persen. Posisi ketiga pengimpor makanan laut terbesar Jepang adalah Amerika Serikat (AS) dengan 13,9 persen. Cina membeli lebih dari setengah ekspor kerang Jepang.
Negeri Tirai Bambu tetap menempati posisi teratas sebagai pengimpor makanan laut Jepang meskipun telah memberlakukan pembatasan impor sejak insiden yang menimpa PLTN Fukushima pada 2011. Cina melarang impor makanan laut dari 10 dari 47 prefektur Jepang, termasuk Fukushima dan ibu kota Tokyo. Impor makanan laut dari prefektur lain diperbolehkan tetapi harus melalui pengujian radioaktif.
Cina sendiri telah memprotes rencana Jepang membuang air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut. Juru Bicara Kemenlu Cina Wang Wenbin mengungkapkan, dalam laporannya IAEA tidak membenarkan rencana Jepang membuang air yang terkontaminasi nuklir ke laut.
“Jepang secara sepihak memutuskan untuk membuang air (limbah radioaktif PLTN Fukushima) ke laut, yang sebenarnya meminimalkan biaya dan risikonya sendiri sambil membiarkan dunia mengambil risiko kontaminasi nuklir yang sebenarnya bisa dihindari. Laporan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa IAEA tidak memberikan rekomendasi atau dukungan terhadap rencana pembuangan laut Jepang,” kata Wang dalam pengarahan pers Rabu (5/7/2023) lalu, dikutip laman resmi Kemenlu Cina.
Dia pun sempat menyinggung tentang penentangan yang turut timbul dari internal Jepang terkait rencana pembuangan air limbah PLTN Fukushima ke laut. “Menurut survei terbaru di Jepang, 40 persen orang Jepang menentang pembuangan air laut. Menurut survei bersama oleh Hankook Ilbo ROK dan surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun, lebih dari 80 persen responden ROK tidak menyetujui pembuangan air yang terkontaminasi nuklir ke laut oleh Jepang. Para ahli dan orang-orang di negara-negara Kepulauan Pasifik, Filipina, Indonesia, Afrika Selatan, Peru, dan negara-negara lain memprotes dan menyuarakan penentangan mereka,” ucapnya.
Wang mengingatkan, dengan membuang air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut, Jepang dapat melanggar kewajiban yang diatur dalam hukum internasional, termasuk United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan the Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972.
Sebanyak tiga reaktor di PLTN Fukushima hancur saat Jepang dilanda gempa dan tsunami pada 2011. Pelepasan sejumlah besar radiasi tak terhindarkan akibat kejadian tersebut. Dibutuhkan lebih dari 1 juta ton air untuk mendinginkan reaktor-reaktor yang meleleh. Air yang telah digunakan dalam proses pendinginan memiliki kandungan radioaktif yang kuat. Kini sekitar 1,25 juta ton air telah terkumpul di tangka-tangki PLTN Fukushima. Pembuangan air adalah langkah tak terhindarkan dalam proses penonaktifan pembangkit nuklir tersebut.
Pada Mei 2022 lalu, Badan Pengawas Nuklir Jepang (BPNJ) menyetujui rencana operator PLTN Fukushima untuk melepaskan air limbah radioaktif ke laut pada 2023. BPNJ menyebut, air limbah telah diolah dengan metode yang aman dan berisiko minimal bagi lingkungan.
Pemerintah Jepang dan Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO) sempat menyampaikan bahwa lebih dari 60 isotop, kecuali tritium, yang kadarnya harus ditanggulangi, telah diturunkan sehingga memenuhi standar keamanan. Menurut mereka, tritium juga tergolong aman jika tercampur air laut.