Jumat 07 Jul 2023 16:25 WIB

Menkeu AS Tiba di Beijing, Coba Dinginkan Ketegangan

Janet Yellen coba menstabilkan hubungan yang semakin tegang antara AS dan Cina.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Keuangan AS Janet Yellen tiba di Beijing pada Jumat (7/7/2023).
Foto: EPA-EFE/Pedro PARDO / POOL
Menteri Keuangan AS Janet Yellen tiba di Beijing pada Jumat (7/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Keuangan AS Janet Yellen tiba di Beijing pada Jumat (7/7/2023). Ia akan mencoba untuk menstabilkan hubungan yang semakin tegang antara AS dan Cina. Dua negara yang miliki perekonomian terbesar di dunia ini, diharapkan Yellen tetap berhubungan erat, walaupun menunjukkan beberapa tanda-tanda pelemahan perekonomian di masa depan.

Yellen memulai pertemuan pada Jumat, dengan para pejabat senior Cina yang berjanji untuk mencari "persaingan yang sehat" dengan Beijing.

Baca Juga

Terlepas dari pembicaraan tentang menurunkan dua tensi ekonomi AS-Cina, data terbaru menunjukkan hubungan perdagangan yang pada dasarnya solid.

Perdagangan dua arah mencapai rekor 690 miliar dolar AS tahun lalu karena permintaan AS untuk barang-barang konsumen Cina meningkat dan permintaan Beijing untuk produk pertanian dan energi AS tumbuh.

"Saya rasa penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa bisnis dan politik itu terpisah," ujar Michael Hart, presiden Kamar Dagang Amerika di Cina. "Kondisi perdagangan dan investasi AS-Cina saat ini merupakan hasil dari perdagangan dan investasi yang berlangsung selama 30 hingga 40 tahun," kata Hart.

Perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat telah menunjukkan beberapa pergeseran yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Cina menghindari banyak pembelian pesawat terbang dan mesin sambil meningkatkan impor barang-barang pertanian, energi, semikonduktor, dan peralatan manufaktur chip.

Situasi yang terakhir ini sangat rentan terhadap pembatasan ekspor AS, sebuah topik yang diperkirakan akan dibahas dalam pertemuan Yellen di Beijing. Perubahan situasi di menit-menit terakhir kunjungannya adalah langkah pembalasan Cina untuk memberlakukan pembatasan ekspor galium dan germanium.

Kedua logam ini adalah jenis logam tanah jarang yang banyak digunakan dalam produksi chip atau semikonduktor dan kendaraan listrik. Pembatasan oleh Cina ini akan mengancam gangguan rantai suplai baru.

Para pejabat AS masih mengeluhkan bahwa Cina gagal memenuhi komitmennya untuk meningkatkan pembelian barang-barang pertanian dan manufaktur AS secara besar-besaran. Termasuk pembelian pesawat terbang yang masih jauh di bawah kesepakatan perdagangan "Fase 1" Trump tahun 2020, yang ditandatangani sebelum pandemi.

AS masih bergantung pada Cina untuk smartphone, komputer, konsol video game, dan produk elektronik lainnya. Kategori impor yang meningkat pesat adalah baterai lithium-ion, yang nilainya naik lebih dari dua kali lipat selama dua tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya produksi mobil listrik AS.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement