REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebagai lembaga konservasi eksitu, Taman Safari Indonesia (TSI) menampung total 8.700 satwa dari 400 spesies satwa dunia. Setiap tahun, di TSI juga terdapat banyak kelahiran baru dari satwa yang ada.
“Kalau keseluruhan ada 8.700 satwa di seluruh TSI, dan ada lebih dari 400 spesies satwa dunia,” ujar VP Media, Digital, Event, TSI Group Alexander Zulkarnain kepada Republika di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jumat (7/7/2023).
Alexander mengatakan, setiap tahunnya di TSI juga terdapat ratusan kelahiran baru dari satwa yang ada. Mengingat pusat konservasi dan riset, TSI memiliki peran penting dalam perlindungan satwa, pemulihan, penangkaran, pelepasliaran serta pengembangan inovasi demi kelestarian satwa di Indonesia
Dari data terakhir TSI, ada sekitar 200 kelahiran baru satwa di pusat konservasi ini. Di TSI Bogor sendiri, pada April lalu ada kelahiran badak putih Afrika bernama Ramadani Jumat Agung atau Raja.
“Setiap tahun ada kelahiran satwa yang menarik. Salah satunya di Taman Safari Solo, di tahun ini ada banyak banget,” ucapnya.
Terkait pelepasliaran satwa ke alam liar, Alexander mengatakan, regulasi tersebut berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Namun, TSI tetap melakukan konservasi hewan secara maksimal.
“Kami tidak bisa mewakili mereka yang memang punya regulasi yang mengatur itu, semoga kita selalu mengupayakan yang terbaik,” kata Alexander.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Eksploitasia mengatakan TSI merupakan salah satu lembaga konservasi eksitu. Yakni konservasi hayati di luar habitat aslinya.
“Peranan TSI dalam konteks eksitu adalah berkontribusi juga bagi kehidupan satwa liar. Dalam hal ini, kita punya program ‘eksitu link to insitu’. Jadi, keberadaan konservasi eksitu ini mesti berkontribusi juga bagi kehidupan hayati di alam liar,” katanya.
Sebagai contoh, hewan yang dikonservasi oleh TSI, hasil anakannya nanti sebagian akan dikembalikan ke alam liar untuk mendukung keberadaan hayati di habitat aslinya. Tak hanya TSI, semua lembaga konservasi eksitu memiliki kewajiban yang sama.
“Semua lembaga konservasi eksitu itu memiliki kewajiban yang demikian. Misalnya ia mengembangbiakan Jalak Bali. Nanti hasil anakan Jalak Bali itu nanti akan dikembalikan ke habitat aslinya,” kata Indra.