REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Redearch DBS Group Maynard Arif mengungkapkan El Nino perlu diwaspadai karena berpotensi meningkatkan inflasi. Meskipun secara teori El Nino bisa berdampak positif, Maynard menuturkan hal tersebut belum bisa diprediksi apakah akan terjadi secara langsung atau tidak.
"El Nino ini memang diperkirakan tahun ini bisa separah tahun 2015 atau 2016 yang cukup ekstrem. Kalau memang itu terjadi lagi tentunya ini akan mengganggu juga terutama di sektor pertanian," kata Maynard dalam media briefing secara daring, Jumat (7/7/2023).
Dia menuturkan, hasil produksi pertanian kemungkinan dapat terganggu. Hal itu berpotensi membuat pasokan juga akan terganggu dan harga-harga komoditas bisa naik lagi.
Untuk Indonesia, Maynard menilai kenaikan harga komoditas tersebut akan bermanfaat. "Tapi bagi kami ini masih menjadi tanda tanya karena kembali lagi untuk faktor cuaca ini paling susah diprediksi dan apakah betul akan seekstrim 2015 atau 2016," ungkap Maynard.
Jika benar akan seekstrem 2015-2016, dia menilai sektor-sektor komoditas utama yang menyangkut pertanian dapat tertolong dengan harga yang lebih baik. Kondisi tersebut menurutnya juga bisa berdampak positif terhadap ekonomi dan juga market sentimen untuk Indonesia pada semester kedua nanti.
Sementara itu, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menegaskan, fenomena El Nino perlu diwaspadai oleh pemerintah. Terlebih menurut Radhika, saat ini inflasi Indonesia sudah berada dalam sasaran target Bank Indonesia.
"Ketika kami melacak inflasi Indonesia, ternyata inflasi yang fluktuatif,” ujar Radhika.
Meskipun begitu, Radhika menilai pada fenomena El Nino terakhir tidak berdampak signifikan terhadap kondisi inflasi di Indonesia. Menurutnya, pemerintah Indonesia juga menyiapkan antisipasi dan langkah yang kuat untuk menghadapi fenomena tersebut.