Jumat 07 Jul 2023 20:28 WIB

Kota Bogor Catat 1.465 Kasus TBC Anak di 2022, Ini Penjelasan Dinkes

Anak-anak dengan TBC berisiko tinggi mengalami stunting, begitu pula sebaliknya.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Nora Azizah
Tenaga kesehatan bersiap melakukan rontgen thorax terhadap pasien (Foto: ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fauzan
Tenaga kesehatan bersiap melakukan rontgen thorax terhadap pasien (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat ada 1.465 kasus Tuberculosis (TBC) pada anak di Kota Bogor pada 2022. Tidak hanya karena tertular orang dewasa, anak-anak bisa tertular TBC karena faktor lingkungan.

Kepala Dinkes Kota Bogor, Sri Nowo Retno, menjelaskan anak-anak bisa tertular TBC karena faktor lingkungan seperti lingkungan padat, rumah kurang ventilasi, hingga paparan asap rokok.

Baca Juga

Retno memaparkan, pada 2023 dari Januari hingga Juni, kasus TBC anak pada rentang usia 0-4 tahun ada 389 kasus, dan pada rentang usia 5-14 tahun diketahui sebanyak 362 kasus. Wilayah Kecamatan dengan kasus TBC anak (0-14 tahun) tertinggi di Kota Bogor berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat, dengan kasus TBC anak sebanyak 135 kasus.

“Tingginya kasus TBC pada dewasa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kasus TBC pada anak, karena anak-anak paling rentan tertular TBC dari orang dewasa melalui percikan ludah, batuk, atau bersin yang mengandung kuman TBC,” kata Retno, Jumat (7/7/2023).

Retno mengatakan, anak-anak dengan TBC berisiko tinggi terkena stunting, begitu juga dengan anak stunting beresiko terkena TB. Sebab, peningkatan penularan TBC ini tidak diikuti dengan keberhasilan pengobatan yang mana angkanya baru 70 persen. Sementara target keberhasilan pengobatan TB dan TB resisten obat harus mencapai 90 persen.

“Presiden menargetkan eliminasi TB di 2030.  Prevalensi sekarang di 354/100 ribu penduduk di tahun 2030 diharapkan bisa turun menjadi 65/100 ribu penduduk,” ucapnya.

Ia melanjutkan, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai Eliminasi TBC di Kota Bogor ialah dengan inovasi Akselerasi Gerakan Eliminasi Tuberkulosis (Aksi Geulis). Aksi Geulis ini merupakan bagian dari komitmen daerah menuntaskan TBC.

Dinkes Kota Bogor, kata Retno, sudah membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) eliminasi TB. Mulai dari membuat tim percepatan eliminasi TB dan membuat aplikasi pemetaan atau sebaran penderita TB sampai menyebar ke geospasial yang gunanya untuk melakukan pelacakan dan pemantauan.

“Kami juga melibatkan masyarakat dengan membentuk RW Siaga untuk bersama-sama bergerak menanggulangi TBC, karena prinsip penuntasan TBC atau memutus mata rantai penularan harus menemukan segera penderita, memastikan penderita berobat sampai sembuh, tidak putus obat dan menjadi TB resisten obat,” jelasnya.

Menurut Retno, TBC bisa diobati sampai sembuh asal pasien berobat rutin, tidak putus obat minimal enam bulan. Untuk itu, butuh kepatuhan dari pasien sehingga pihaknya akan melakukan edukasi yang masif sehingga tidak terjadi resisten obat.

Retno menambahkan, gejala TB pada orang dewasa mulai dari batuk lebih dari dua minggu, penurunan berat badan, sesak, lemah, letih, lesu. Warga bisa langsung memeriksa diri ke puskesmas dan akan dilakukan tes molekuler cepat yang mana dalam dua jam hasilnya sudah terlihat apakah positif atau negatif TB dan apakah resisten obat atau tidak.

“Ketika sudah positif harus diobati sampai sembuh dengan rutin meminum obat minimal enam bulan, tidak boleh putus obat karena kalau putus obat sebelum pengobatan selesai bisa resisten (kebal) obat. Jadi dibutuhkan peran serta masyarakat untuk ikut memantau pengobatan agar tidak menularkan ke yang lain, karena satu penderita TBC bisa menularkan 10 sampai 15 orang,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement