REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM – Pemerintahan Belanda di bawah Perdana Menteri Mark Rutte bubar setelah pada Jumat (7/7/2023) tak mencapai kesepakatan terkait kebijakan pembatasan imigrasi. Maka, akan dilakukan pemilu pada musim gugur mendatang untuk memilih pemerintahan baru.
Krisis yang menyebabkan bubarnya pemerintahan Belanda ini diawali usulan partai konservatif pimpinan Rutte, Partai VVD, untuk membatasi aliran pencari suaka ke Belanda. Namun dua partai lain yang menjadi koalisi di pemerintahan Rutte menolaknya.
Rutte mengakui bukan rahasia lagi, mitra koalisi di pemerintahannya berbeda pandangan mengenai kebijakan imigrasi ini. Sayangnya, perbedaan tersebut semakin menjadi dan akhirnya tak lagi bisa dikompromikan.
‘’Karena itu, saya akan mengajukan pengunduran diri seluruh kabinet kepada raja,’’ kata Rutte dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, Jumat (7/7/2023) waktu setempat. Ketegangan pembicaraan mengenai imigran ini dimulai pada pekan ini.
Saat itu, Rutte meminta dukungan mitra koalisi pemerintahannya yang ingin membatasi masuknya pengungsi anak karena perang yang sudah ada di wilayah Belanda. Ia juga menghendaki keluarga anak itu menunggu setidaknya dua tahun sebelum bersatu kembali.
Ide ini membuat mitra koalisi DVV, yaitu Christian Union dan partai liberal, D66 menolaknya. Dengan bubarnya pemerintahan Rutte, maka koalisi saat ini akan tetap menjadi pelaksana tugas pemerintahan sampai pemerintahan hasil pemilu terbentuk.
Biasanya proses hingga pelaksanaan pemilu, pembentukan pemerintahan baru dari saat ini akan memakan waktu beberapa bulan ke depan. Komisi pemilu yang dikutip kantor berita ANP menyatakan, pemilu digelar sebelum pertengahan November mendatang.
Tak berpengaruh pada dukungan terhadap Ukraina......