Sabtu 08 Jul 2023 13:39 WIB

Antisipasi Wabah Antraks, Pakar Minta Tingkatkan Edukasi dan Vaksinasi

Seluruh hewan ternak yang mati tiba-tiba harus segera dilaporkan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul mengisi ulang cairan untuk penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul mengisi ulang cairan untuk penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar kedokteran hewan Universitas Airlangga (Unair) Nusdianto Triakoso menekankan pentingnya edukasi dalam upaya mengantisipasi munculnya wabah antraks seperti yang terjadi di Gunungkidul, DIY. Menurutnya, para peternak harus diingatkan bahwa seluruh hewan ternak yang mati tiba-tiba harus segera dilaporkan.

Selain itu, lanjut Nusdianto, perlu ditekankan kepada peternak bahwa ternak yang mati tiba-tiba di daerah endemik antraks tidak boleh dibuka atau dibelah. Bangkai ternak yang diidentifikasi antraks harus dikubur minimal kedalaman dua meter dan ditaburi kapur.

Baca Juga

"Harapannya agar bakteri tersebut mati dan tidak muncul ke permukaan tanah dan berpotensi menularkan ke hewan dan atau manusia," kata Nusdianto, Sabtu (8/7/2023).

Nusdianto melanjutkan, pada kawasan yang terdeteksi spora antraks, harus diupayakan agar spora antraks tidak mencemari pakan yang dikonsumsi hewan ternak. Sebagai langkah pencegahan di daerah endemis, semua ternak yang mati tanpa sebab harus dianggap penderita antraks meski tidak dites secara laboratorium, dan harus dikubur dalam-dalam.

"Hewan tidak boleh dibuka atau dibelah meski untuk tujuan tes laboratorium. Tes laboratorium bisa dilakukan dari sampel darah yang keluar dari lubang-lubang alami tubuh," ujarnya.

Selain mencegah terinfeksinya hewan ternak, peternak juga sebaiknya meningkatkan kekebalan dengan cara melakukan vaksinasi antraks. Dengan vaksin tersebut, ternak bisa kebal meskipun sewaktu-waktu memakan pakan yang tercemar spora bakteri antraks.

Peternak juga menurutnya harus sigap melapor kepada petugas bila menemukan ternak yang terlihat sakit. "Agar bisa segera didiagnosa. Karena bila tidak terlalu parah masih bisa diberikan antibakteri agar sembuh," ucapnya.

Menyoal tradisi Mbrandu, Nusdianto mengatakan, tidak semua ternak yang sakit itu positif antraks. Tapi kebiasaan makan ternak mati atau sakit itu buruk. "Sebaiknya diedukasi dari berbagai sudut pandang, baik sisi ekonomi, budaya, dan agama, sehingga hewan yang sakit atau sudah mau mati, bahkan sudah dikubur, tidak dipotong, disembelih, dan dikonsumsi," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement