REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) secara resmi mengumumkan akan mengirimkan bom kluster (cluster munitions) atau bom tandan ke Ukraina. Kelompok hak asasi manusia dan kemanusiaan diperkirakan akan mengkritik keras langkah AS karena sifat destruktifnya yang sangat berbahaya. Ratusan negara pun telah melarang penggunaan senjata tersebut.
Mengapa bom tandan terlarang?
Bom tandan adalah bom yang terbuka di udara dan melepaskan "bom" berukuran lebih kecil (bomblet) dalam jumlah banyak di area yang luas. Bom tersebut dirancang untuk menghancurkan tank, peralatan militer, pasukan, dan melibas banyak sasaran pada saat bersamaan.
Dengan kemampuan senjata ini, memberikan ancaman besar bagi warga sipil karena bisa terkena bom tersebut saat masa perang. Tak hanya itu, setelah perang berakhir, ancaman juga mengintai warga sipil karena bom-bom kecil yang dirilis saat penyerangan bom kluster ada yang tak berhasil meledak. Bisa saja kemudian meledak beberapa saat setelah masa perang.
Konvensi Munisi Tandan pada 2008 telah melarang penggunaan bom tandan. Konvensi itu telah diikuti lebih dari 120 negara. Para pihak setuju untuk tidak menggunakan, memproduksi, mentransfernya ke negara lain atau menimbun senjata tersebut dan memusnahkannya setelah digunakan. AS, Rusia, dan Ukraina belum menandatangani perjanjian tersebut.
Baca Juga: Soal Bom Tandan, Biden Dikritik Rekan Sendiri
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyatakan, negaranya merupakan salah satu dari 111 negara penandatangan Convention on Cluster Munitions (CCM), yang melarang penggunaan bom kluster.
Ditanya mengenai pernyataan pejabat AS yang ingin mengirimkan bom kluster ke Ukraina, Baerbock yang hadir dalam konferensi iklim di Wina, Austria, menyatakan, ’’Saya mengikuti berita di media. Bagi kami, sebagai penandatangan, kami menerapkan kesepakatan Oslo.’’