Sabtu 08 Jul 2023 11:50 WIB

Perdana Menteri Belanda Mengundurkan Diri

Pengunduran diri Mark Rutte dilakukan setelah koalisi pemerintah Belanda bubar.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
 Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengundurkan diri setelah koalisi pemerintah Belanda bubar.
Foto: EPA-EFE/ ROBIN VAN LONKHUIJSEN
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengundurkan diri setelah koalisi pemerintah Belanda bubar.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Koalisi pemerintah Belanda bubar karena perbedaan antara empat partai mengenai imigrasi. Isu yang memecah belah di banyak negara Eropa.

Dengan mundurnya Perdana Menteri Mark Rutte maka Belanda akan menggelar pemilihan umum. Rutte yang merupakan perdana menteri terlama Belanda dan pemerintahnya akan masih menjabat sebagai pelaksana tugas sampai koalisi baru pemerintah terpilih.

Baca Juga

"Bukan rahasia mitra-mitra koalisi memiliki pandangan yang sangat berbeda mengenai kebijakan imigrasi dan hari ini sayangnya, kami harus menarik kesimpulan perbedaan-perbedaan itu tidak bisa didamaikan, itulah mengapa saya segera menawarkan pengunduran diri seluruh kabinet dalam bentuk tertulis ke raja," kata Rutte, Jumat (7/7/2023).

Anggota parlemen dari partai oposisi tidak membuang waktu mendorong pemilihan umum. Meski Rutte belum resmi mengumumkan pengunduran dirinya.

Ketua Party for Freedom yang sangat anti-imigrasi Geert Wilders segera mencicit di Twitter, "Pemilu cepat sekarang." Seruan pemilihan umum cepat ini disampaikan oleh seluruh spektrum politik termasuk ketua Partai Hijau Jesse Klaver. "Negara ini membutuhkan perubahan arah," katanya pada stasiun televisi NOS.

Rutte memimpin rapat yang digelar dari Rabu (5/7/2023) sampai Kamis (6/7/2023). Tapi pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan mengenai kebijakan imigrasi. Di pertemuan terakhir pada Jumat sore, partai-partai koalisi memutuskan tidak bisa membuat kesepakatan sehingga koalisi tidak bisa bertahan.

Keputusan ini menunjukkan perbedaan ideologi yang sudah terlihat sejak koalisi itu dibentuk 18 bulan yang lalu. Koalisi itu menyatukan partai yang menolak penindakan keras terhadap imigran yakni D66 dan partai moderat lainnya ChristenUnie, dengan partai anti-imigrasi yakni partai konsevatif Rutter, People’s Party for Freedom and Democracy dan Partai Kristen Demokrat.

Isu imigrasi juga menjadi bahan perdebatan di berbagai negara Eropa lainnya. Imigrasi diperkirakan akan menjadi tema utama pemilihan parlemen Uni Eropa tahun depan. Tapi isu ini sudah mengguncang Belanda lebih cepat, negara itu sudah lama terpecah antara menyambut pengaruh asing atau melawannya.

Selama berbulan-bulan koalisi Rutter mencoba meraih  kesepakatan untuk mengurangi gelombang imigran baru yang mencapai hampir 18 juta orang ke negara itu. Dilaporkan usulannya antara lain mendirikan dua kelas suaka satu suaka sementara bagi orang yang melarikan diri dari konflik dan satu lagi suaka permanen bagi yang melarikan diri dari persekusi. Serta mengurangi jumlah anggota keluarga yang diizinkan bergabung dengan pencari suaka di Belanda.

Tahun lalu ratusan pencari suaka terpaksa tidur di luar ruangan dalam kondisi kotor di dekat pusat penerimaan pencari suaka. Karena jumlah orang yang tiba di Belanda melebih jumlah kasur yang tersedia. Badan bantuan Belanda memberikan bantuan. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement