Sabtu 08 Jul 2023 16:45 WIB

Crazy Rich Harus Diawasi Agar tak Mengemplang Pajak

Para crazy rich mampu melakukan apa saja demi mengurangi beban pajaknya.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Ilustrasi crazy rich.
Foto: Freepik
Ilustrasi crazy rich.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Pajak Kementerian Keuangan saat ini membentuk Komite Kepatuhan Wajib Pajak tapi bukan untuk membentuk Satgas High Wealth Individual (Satgas HWI) yang mengawasi wajib pajak para crazy rich alias orang superkaya. Komite tersebut hanya untuk mengawasi pengelolaan risiko kepatuhan.

Peneliti Prakarsa Irvan Tengku Harja menilai, pengawasan terhadap wajib pajak ultrakaya atau ultra high net worth individual (UHNWI) dengan kekayaan bersih melebihi 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 454 miliar perlu dilakukan. "Dengan besarnya sumber daya finansial yang dimiliki, tidak menutup kemungkinan UHNWI mampu melakukan penghindaran pajak, perencanaan pajak, bahkan penggelapan pajak demi mengurangi beban pajak, baik dilakukan di dalam negeri ataupun luar negeri," kata Irvan.

Baca Juga

Irvan menuturkan, Pandora Papers mengindikasikan pengemplangan pajak lintas yuridiksi perpajakan yang dilakukan para pesohor dunia, termasuk warga negara Indonesia. Selain itu, Irvan menyatakan DJP perlu bekerja sama dengan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM perihal penggunaan data pemilik manfaat korporasi.

Menurutnya, DJP dapat menggunakan data beneficial ownership yang dihimpun Ditjen AHU sebagaimana diatur Perpres Nomor 13 Tahun 2018. Hal itu untuk mendeteksi wajib pajak yang memiliki hak atas dan atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, dan merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi.

"Karena bisa saja pemilik manfaat dari sebuah korporasi tidak teridentifikasi sebab tidak tercatat sebagai pemilik badan usaha, sehingga menimbulkan celah luput dari kewajiban pajak," kata Irvan.

Dia menuturkan, DJP juga harus berperan dalam penguatan kerja sama perpajakan internasional. Khususnya untuk menanggulangi penghindaran pajak dari Indonesia ke luar negeri.

"Karena berbicara pengawasan UHNWI tidak bisa cakupan kerjanya hanya dalam negeri, perlu kooperasi multilateral," ujar Irvan.

Agar pengawasannya jitu, Irvan menegaskan, DJP harus mampu bekerja sama dengan otoritas perpajakan di yuridiksi lain. Hal itu dilakukan untuk membuat daftar aset bersama yang memuat daftar kekayaan dan aset, serta nama beneficial owner.

Terkait dengan klarifikasi oleh DJP, Irvan berpendapat soal penamaan Satgas HWI atau Komite Kepatuhan merupakan hak DJP selaku pembentuk. "Karena tidak penting apa warna kucingnya, yang terpenting bisa menangkap tikus," kata Irvan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement