REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar kesehatan Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Nosa Septiana Anindita mengimbau agar masyarakat tidak panik terkait penularan antraks. Hal ini disampaikan dosen Prodi Bioteknologi Unisa Yogyakarta tersebut usai terjadinya penularan wabah antraks pada manusia di Kabupaten Gunung Kidul, DIY.
"Masyarakat tidak perlu terlalu khawatir bahkan panik terhadap penularan antraks ini," kata Nosa kepada Republika.co.id, Ahad (9/7/2023).
Nosa pun menekankan pentingnya upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memutus rantai penularan antraks ini. Yakni menerapkan pola hidup bersih dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
"Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum melakukan olahan pangan, dan setelahnya dapat menjadi strategi memutus rantai penularan," ujar Nosa.
Terlebih, hasil peternakan seperti daging, susu, telur dan kulit dapat menjadi sumber penyebaran zoonosis. Sebagai contoh, antraks meskipun telah diberlakukan peraturan yang keras bahwa ternak yang terjangkit harus dimusnahkan sehingga tidak mungkin dijadikan bahan pangan, namun penyebaran penyakit ini masih memungkinkan melalui pakan ternak berupa tepung tulang dan tanduk, tepung daging, dan kulit atau bulu yang diberikan pada ternak.
"Ternak yang diberi pakan berasal dari material ternak yang terjangkit antraks dapat menjadi penyebab rantai penularan antraks yang akan terikut pada produk ternak," ujarnya.
Lebih lanjut, Nosa juga menekankan bahwa untuk mencegah penularan antraks pada manusia melalui pengolahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Mulai dari penyimpanan antara daging dan jeroan dilakukan pada wadah terpisah.
Pasalnya, kandungan air yang tinggi pada jeroan dapat menyebabkan kerusakan yang lebih cepat. Hal ini, katanya, akan berdampak pada masa simpan yang pendek
"Selain itu, penyimpanan antara jenis daging dilakukan dalam wadah yang terpisah pula karena setiap jenis daging memiliki karakteristik masing-masing, seperti bau," ujarnya.
Ia juga menekankan agar daging tidak ditempatkan dalam satu wadah yang sama dengan sayur maupun bahan pangan tanpa adanya pembatas. Sebab, dapat berdampak terjadinya kontaminasi silang antara bahan pangan tersebut.
"Daging disimpan pada wadah yang tertutup dan kedap udara agar terhindar dari debu, lalat maupun serangga yang dikhawatirkan akan menyebabkan pencemaran, sehingga dapat merubah organoleptik daging," tutur Nosa.
Sementara itu, peralatan pada pengolahan daging sebaiknya juga dipisahkan dari pengolahan bahan pangan lainnya. Tidak hanya itu, jika daging tidak segera diolah, maka dapat disimpan pada suhu dingin.
Baca juga : Infografis Tradisi Mbrandu dan Wabah Antraks di Gunungkidul
"Sifat endospora dapat dimatikan dengan cara autoklaf pada suhu 120 derajat Celcius selama 15–20 menit, sehingga kita dapat mengukus daging pada suhu sekian untuk mematikan spora antraks," katanya.
Selain itu, merebus daging pada suhu 100 derajat Celcius selama 30 menit juga dapat membunuh spora antraks. Nosa juga menuturkan bahwa kontaminasi spora antraks juga dapat diminimalisir dengan melakukan perendaman pada larutan garam.