Ahad 09 Jul 2023 12:17 WIB

Jangkauan Perlindungan Pekerja Informal Diperluas Hingga Perdesaan

Mayoritas warga di Kabupaten Semarang bekerja di sektor informal.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
  Launching program Kerja Keras Bebas Cemas (KKBC) Masuk Desa di pelataran Candi Gedongsongo, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
Foto: Bowo Pribadi
Launching program Kerja Keras Bebas Cemas (KKBC) Masuk Desa di pelataran Candi Gedongsongo, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dalam upaya memperluas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja bukan penerima upah, BPJS Ketenagakerjaan melakukan ekspansi hingga ke perdesaan. Hal ini ditandai dengan peluncuran program ‘Kerja Keras Bebas Cemas’ (KKBC) Masuk Desa’.

Melalui program KKBC ini, BPJS Ketenagakerjaan bakal ‘digenjot’ guna menjaring kepesertaan para pekerja informal di perdesaan, yang lebih dari 70 persen warganya merupakan para pekerja bukan penerima upah.

Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaaan Kantor Wilayah Jawa Tengah dan DIY Cahyaning Indriasari mengungkapkan, KKBC telah di-launching secara nasional di 11 kantor wilayah di Tanah Air.

“Untuk kantor wilayah Jateng-DIY dilaksanakan di pelataran Candi Gedongsongo,” ujarnya di Candi Gedongsongo, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jateng.

Pemerintah, Cahyaning menjelaskan, memberikan target kepada BPJS Ketenagakerjaan pada 2026 mendatang ada 70 juta pekerja yang harus dilindungi jaminan ketenagakerjaan. Sementara sekarang ini baru sekitar 38 juta secara nasional.

Sehingga BPJS Ketenagakerjaan harus melakukan lompatan supaya makin banyak peserta (tenaga kerja) yang dilindungi. Sementara ini, untuk pekerja yang masih sangat banyak dan belum terlindungi adalah para pekerja di sektor informal umumnya berbasis di pedesaan, seperti petani, nelayan, pedagang dan masih banyak lagi.

Makanya, KKBC secara masif akan masuk ke desa-desa. Terkait hal ini, BPJS Ketenagakerjaan akan bersinergi dengan pemerintah daerah (mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota), desa, RW, dan RT.

BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya akan mengedukasi, namun juga akan membantu masyarakat terkait dengan sistem pendaftaran, pembayaran iuran, laporan kalau ada yang mengalami kecelakaan kerja, dan meninggal dunia.

Karena masyarakat di perdesaan jika susah tidak akan mau mengurus. “Makanya nanti BPJS juga akan menggandeng BUMDes, Bhabinkamtibmas, serta Babinsa untuk mengedukasi kepada masyarakat bersama-sama,” katanya.

Cahyaning juga menyampaikan, upaya BPJS untuk memberikan perlindungan kepada tenaga informal di perdesaan tantangannya adalah pemahaman masyarakat. Sebab di Indonesia ini ada BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

Masyarakat masih banyak yang mengira, kalau sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah selesai. Padahal BPJS Kesehatan ini hanya melindungi ketika mereka sakit saja.

Tetapi kalau ada risiko kecelakaan kerja, meninggal dunia, atau nanti apabila sudah tua ingin punya jaminan pensiun itu wilayahnya BPJS Ketenagakerjaan.

Itulah mengapa, BPJS Ketenagakerjaan melalui kearifan lokal dan muatan-muatan lokal lainnya akan masuk ke perdesaan untuk mengedukasi masyarakat. Bahkan juga dengan para tokoh masyarakat akan memberikan pemahaman.

Atau bisa juga melalui kelompok-kelompok di masyarakat, apakah itu kelompok tani dan lainnya. Seperti di Desa Candi ini memberikan pemahaman kepada paguyuban penyedia jasa kuda di objek wisata Candi Gedongsongo yang jumlahnya mencapai ratusan.

“Tadi saya tawari dengan iuran Rp 16.800 per bulan ternyata juga mengaku mampu, karena sudah tahu manfaatnya. Jadi nanti kita tinggal mencari sistemnya, bagaimana mereka bisa gampang daftar dan bayarnya,” ungkap Cahyaning.

Di Jateng dan DIY, saat ini kepesertaan pekerja formal baru mencapai 33,2 persen. Untuk informal dari total 5,6 juta baru 8,4 persen, atau baru 400 ribu-500 ribu. Jadi masih banyak yang belum terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Karena di Jateng dan DIY ini banyak pekerja informal dan UMKM, maka di 2023 ini program KKBC Masuk Desa bakal menyasar desa, pasar, dan UMKM. Sementara untuk cakupan kepesertaan di Kabupaten Semarang total masih mencapai 19 persen.

“Walaupun sudah lebih baik karena berada di atas rata-rata provinsi, maka tinggal dimasifkan lagi di wilayah-wilayah perdesaan,” jelasnya.

Wakil Bupati Semarang, M Basari menambahkan, mayoritas warga di Kabupaten Semarang bekerja di sektor informal. Ia juga sepakat edukasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan manfaat yang akan didapatkan masyarakat dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan ini.

Menurutnya itu tak lepas dari faktor SDM masyarakat di perdesaan. Makanya program ini perlu pendekatan tersendiri dengan jemput bola, agar nantinya semua dapat terlindungi jaminan ketenagakerjaan ini.

“Karena kalau hanya diomongi tanpa ada upaya jemput bola masuk ke desa-desa, warga kami tidak akan tahu. Karena masih banyak dari masyarakat yang belum paham sistemnya," kata dia.

Menurut Basari, Pemkab Semarang akan ikut hadir sampai ke desa- desa, lewat komunitas, kelompok di masyarakat. Hari ini yang mengikuti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan baru masyarakat yang ada di perkotaan atau dekat dengan pusat pemerintahan.

Sementara jumlah desa di Kabupaten Semarang ada 235 dan ini tidak hanya potensinya, tetapi kemanfaatnya yang sebenarnya cukup besar bagi mereka. Iuran Rp 16.800 per bulan, sebenarnya tidak seberapa dibandingkan manfaatnya. “Masih mahal harga rokok yang bisa habis dalam sehari,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement