REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI -- Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kembali menerima laporan seekor sapi mati di Padukuhan Pucangsari, Kalurahan/Desa Candirejo.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Retno Widyastuti di Gunungkidul, Minggu, mengatakan laporan sapi itu pada Jumat (6/7).
"Kami langsung menerjunkan petugas untuk menginvestigasi penyebab kematian sapi tersebut. Kami masih menunggu hasil laboratorium. Hal ini dikarenakan tidak semua ternak yang mati karena antraks," kata Retno.
Ia mengatakan lokasi sapi mati tersebut jauh dari Padukuhan Jati yang saat ini menjadi zona merah antraks. Jarak antara dua padukuhan ini sekitar 10 kilometer (km).
Sapi tersebut sudah diketahui dalam kondisi sakit, dan sempat disuntik dua kali oleh petugas kesehatan hewan (puskeswan). Matinya juga tidak mendadak. "Sampelnya tetap kami ambil untuk pemeriksaan lebih lanjut," katanya.
Retno mengatakan bangkai sapi itu sudah dikuburkan. Prosesnya mendapatkan pengawasan ketat dari tim DPKH Gunungkidul didampingi tim puskeswan setempat.
DPKH masih menunggu hasil uji laboratorium Balai Besar Veteriner (BBVet) Yogyakarta terbaru dari sampel tanah di Jati. Sampel tersebut diambil pada Kamis (5/7).
Jika nanti masih positif antraks, maka lokasi sampel tanah diambil akan disiram dengan cairan formalin. Jika sudah negatif, maka lokasinya akan disemen agar lebih aman.
"Pemeriksaan akan terus kami lakukan sampai tanahnya negatif spora antraks," katanya.
Kepala DPKH Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan DPKH Gunungkidul mencatat ada enam sapi dan enam kambing mati di Padukuhan Jati selama November 2022 hingga Juni 2023. Sebanyak 12 ternak ini dinyatakan positif antraks.
Wibawanti mengatakan Pemkab Gunungkidul melakukan pembatasan pergerakan ternak dari Jati. Begitu juga pergerakan di semua pasar hewan.
"Semua hewan sebelum masuk pasar wajib desinfeksi dan diperiksa, guna memastikan tidak ada penyebaran antraks," ujar Wibawanti.