REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menekankan perlunya tindakan kolektif untuk mengatasi meningkatnya Islamofobia dan xenofobia di negara-negara Barat. Erdogan menekankan tanggung jawab semua Muslim untuk mencegah terulangnya pembakaran kitab suci Alquran.
"Serangan keji terhadap kitab suci kita, Alquran, di Swedia pada hari pertama Idul Adha mengungkapkan dimensi Islamofobia yang menakutkan. Semua Muslim memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa tindakan seperti itu tidak terulang," ujar Erdogan, dilaporkan Middle East Monitor, Ahad (9/7/2023).
Pada 28 Juni lalu, Salwan Momika melakukan aksi perobekan dan pembakaran Alquran di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm. Sebelum dibakar, Momika sempat menggunakan lembaran-lembaran Alquran yang dirobeknya untuk menyeka sepatunya. Dia bahkan meletakkan daging babi pada lembaran tersebut. Setelah itu, Momika, yang mengenalkan diri sebagai ateis sekuler di media sosial, melakukan pembakaran.
Sekitar 200 orang yang hadir di lokasi meneriakkan takbir di hadapan Momika untuk memprotes aksi pembakaran Alquran tersebut. Momika diketahui memuji politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan. Sebelumnya Paludan telah melakukan pembakaran Alquran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023 lalu. Aksi itu menjadi bentuk protes Paludan terhadap Turki karena tak kunjung memberi persetujuan agar Swedia dapat bergabung dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pada 12 Juni 2023, pengadilan banding Swedia kembali memutuskan bahwa kepolisian negara tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk melarang aksi pembakaran Alquran. Pengadilan menilai, alasan keamanan tidak cukup kuat untuk mencegah warga menggelar aksi semacam itu.