REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang terus memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak di sejumlah pasar hewan yang ada di daerahnya. Hal ini untuk mengantisipasi penyebaran penyakit Antraks melalui lalu lintas hewan ternak.
Munculnya kasus antraks yang telah menular kepada manusia di wilayah Kabupaten Gunungkidul, DIY, membuat Kabupaten Semarang turut mewaspadai dan mengantisipasi risiko penyebarannya.
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Moh Edy Sukarno megungkapkan, pengawasan lalu lintas hewan ternak di Kabupaten Semarang, saat ini terus diperketat di pasar-pasar hewan.
“Seperti di Pasar Hewan Ambarawa, Pasar Hewan Kaliwungu, Pasar Hewan Suruh, Pasar Hewan Kembangsari, Pasar Hewan Bringin, dan Pasar Hewan Sumowono,” jelasnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/7/2023).
Kabupaten Semarang, jelas Edy Sukarno, menjadi salah satu daerah endemis antraks di Jateng menyusul ditemukannya kasus antraks beberapa tahun silam di wilayah Kecamatan Tengaran.
Sehingga Dispertanikap juga masih terus melakukan pemantauan dan surveilans di wilayah yang sebelumnya telah ditemukan kasus antraks. “Tujuannya adalah untuk memastikan Kabupaten Semarang zero kasus antraks,” kata dia.
Menurutnya, upaya-upaya kewaspadaan lain yang dilakukan oleh Dispertanikap adalah pemberian vaksinasi anthraks dan pengobatan pendukung pada hewan-hewan ternak yang sehat namun rentan dengan penularan.
Selain dibiayai dari APBD, penyiapan vaksinasi antraks ini juga didukung anggaran dari pusat (APBN) agar mampu memenuhi kebutuhan jumlah ternak di wilayah Kabupaten Semarang.
Selain pemberian vaksinasi anthraks pada hewan ternak, masih kata Edy Sukarno, Dispertanikap juga masih melakukan surveilans melalui uji identifikasi bakteri anthraks pada tanah bekas lokasi ditemukannya kasus tersebut.
Termasuk juga tanah yang ada kandang-kandang hewan ternak yang ada di kawasan eks lokasi penemuan kasus antraks sebelumnya, guna memastikan bakteri penyebab penyakit tersebut benar-benar sudah tidak ada lagi.
Antisipasi juga dilakukan melalui pemeriksaan/uji titer antibody atau serum darah hewan rentan seperti sapi, kambing, dan domba. Sedangkan untuk pengawasan lalu lintas hewan ternak, menurutnya juga penting dilakukan.
“Karena lalu lintas hewan ternak yang masuk ke wilayah Kabupaten Semarang juga berasal dari berbagai daerah lain, baik yang ada di lingkup Jateng maupun dari daerah di luar Jateng," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Dispertanikap Kabupaten Semarang, Yohana Diah Haryuni menambahkan, ada ciri-ciri klinis hewan ternak yang terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri antraks.
Seperti hewan ternak terlihat gelisah, yang disertai demam tinggi pada awal infeksi. Kemudian mengalami kesulitan bernafas, kejang- kejang, hingga menyebabkan kematian.
Atau bisa juga dengan ciri keluarnya darah kental yang berwarna kecokelatan dari lubang tubuh seperti hidung, mulut, telinga, dan anus. Namun masyarakat juga harus tahu, ada juga kasus tanpa didahului ciri klinis tersebut.
Namun hewan ternak tiba-tiba mati. “Untuk kasus seperti ini, masyarakat jangan cepat-cepat memotong dan mengambil dagingnya untuk dikonsumsi, karena sangat berbahaya,” katanya.
Yohana juga menyampaikan, risiko penularan antraks kepada manusia bisa terjadi sejak melakukan kontak fisik dengan hewan yang terserang penyakit antraks.
"Sehingga tanpa mengkonsumsi daging yang mengandung bakteri antraks, manusia sebenarnya juga rentan tertular jika ada kontak fisik langsung dengan hewan terpapar,” jelas dia.