REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada semester II 2023 berada di kisaran 5,0 persen hingga 5,3 persen. Sementara untuk semester I 2023, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar lima persen hingga 5,2 persen.
"Ini masih di bawah asumsi sampai dengan semester I pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih di 5,0 persen–5,2 persen. Nanti angka pastinya pada Agustus," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Bendahara Negara itu mengatakan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi dan ekspor yang masih terjaga.
Di sisi lain, laju inflasi juga terjaga dengan terkendalinya inflasi pangan dan administered price. Pada semester I, laju inflasi tercatat sebesar 3,5 persen. Kementerian Keuangan memprediksi laju inflasi pada semester II-2023 berada di level 3,3 persen hingga 3,7 persen.
Sementara itu, suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun pada semester II 2023 diperkirakan berkisar 6,6 persen hingga 7,1 persen. Hingga semester I, suku bunga SUN 10 tahun berada di level 6,70 persen. Adapun perkiraan capaian sepanjang tahun di kisaran 6,6 persen hingga 6,9 persen, lebih dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar 7,9 persen.
Sri Mulyani menjelaskan tren penurunan SUN 10 tahun dipengaruhi oleh inflasi yang terkendali, membaiknya minat investor, dan upaya pemerintah dalam mengendalikan suplai Surat Berharga Negara (SBN).
Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada semester II 2023 diperkirakan berkisar Rp 14.950 hingga Rp 15.400, lebih tinggi dari target APBN yang sebesar Rp 14.800.
Menurut Sri Mulyani, nilai tukar rupiah mengalami tekanan di tengah pengetatan kebijakan moneter global. Secara keseluruhan, Sri Mulyani memproyeksikan nilai tukar rupiah berkisar Rp 15.000 hingga Rp 15.250 untuk sepanjang 2023.