Selasa 11 Jul 2023 08:18 WIB

Sekutu Barat Bahas Jaminan Keamanan Ukraina di Pertemuan NATO

Ukraina mengetahui tidak akan dapat bergabung dengan NATO selama masih berperang

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Bendera negara-negara anggota NATO berkibar tertiup angin di luar markas NATO
Foto: AP/Olivier Matthys
Bendera negara-negara anggota NATO berkibar tertiup angin di luar markas NATO

REPUBLIKA.CO.ID, VILNIUS -- Diplomat-diplomat Eropa mengatakan sekutu-sekutu Ukraina di Barat masih memfinalisasi kerangka kerja yang akan membuka jalan pada jaminan keamanan jangka panjang untuk Kiev. Kemungkinan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan mengumumkan hasilnya di akhir pertemuan tahunan pekan ini.

Aliansi pertahanan menggelar pertemuan di Lithuania pada Selasa (11/7/2023). Tema utama pertemuan ini membuka jalan bagi Ukraina bergabung dengan 31 negara anggota lainnya. Tapi belum disepakati syarat apa saja yang perlu dicapai Ukraina.

Baca Juga

Ukraina mengetahui tidak akan dapat bergabung dengan NATO selama mereka masih berperang dengan Rusia mengingat Pasal 5 NATO yang menyebutkan serangan terhadap salah satu negara anggota artinya serangan ke seluruh NATO. Masuknya Ukraina ke NATO saat ini akan menyeret seluruh negara anggota berperang dengan Rusia.

Namun Ukraina ingin kepastian Kiev akan diundang bergabung setelah perang berakhir. Sementara itu Ukraina juga mencari jaminan keamanan saat ini dan jangka-panjang untuk membantu mereka membela diri dan mencegah Moskow kembali menyerang setelah perang usai.

Hingga saat ini sebagai organisasi NATO tidak memberikan bantuan militer ke Ukraina dan menyerahkan keputusan itu ke negara anggota untuk menghindari konflik langsung dengan Rusia.  

Inggris, Prancis, Jerman dan Amerika Serikat (AS) sudah melakukan negosiasi dengan Ukraina selama berminggu-minggu mengenai teks multilateral yang akan menciptakan kerangka kerja untuk negara anggota yang ingin memberikan atau terus memberikan bantuan keuangan dan militer termasuk senjata canggih.

Uni Eropa yang ingin memberikan bantuan pembiayaan senjata melalui Fasilitas Perdamaian, dan kelompok tujuh negara kaya (G7) termasuk Jepang sudah mengetahui diskusi tersebut. Kerangka kerja multilateral akan mempermudah negara-negara untuk menyimpulkan detail perjanjian dengan Ukraina.

"Amerika tidak ingin mencampur diskusi antara prospek NATO dengan jaminan, sehingga jaminan mungkin hanya akan disepakati setelah pertemuan," kata salah satu diplomat Eropa, Selasa kemarin. Seorang diplomat Eropa lainnya juga mengatakan diskusi menuju arah tersebut.

Pada Jumat (7/7/2023) lalu seorang pejabat kantor kepresidenan Prancis mengatakan diskusinya "sangat maju." Dua diplomat lainnya mengatakan diskusi kerangka kerja ini diharapkan selesai di akhir pertemuan.

Seorang pejabat tinggi Jerman mengatakan akan ada kesepakatan di tingkat G7 yang terdiri dari AS, Jerman, Prancis, Kanada, Italia, dan Inggris serta Uni Eropa.

Sebelum berangkat untuk melakukan kunjungan ke tiga negara, Ahad (9/7/2023) lalu Presiden AS Joe Biden mengatakan Washington siap memberikan keamanan pada Ukraina dalam bentuk yang sama dengan yang diberikan AS pada Israel. "Senjata-senjata yang mereka butuhkan, kapasitas untuk membela diri mereka sendiri," katanya.

Bantuan militer AS untuk Israel senilai 3,5 miliar dolar AS per tahun, tapi hubungan antara dua negara membutuhkan banyak dukungan politik. "Kemungkinan perbedaannya dengan Ukraina dukungan Amerika didorong oleh hasil," kata seorang pejabat Israel.

"Dengan Ukraina, Amerika akan bertanya pada diri mereka sendiri 'Apa yang kami dapatkan untuk 100 miliar dolar' dan apakah akan berlanjut dalam jangka panjang, karena mungkin konflik tidak akan berakhir, hanya akan membeku," katanya.

Dalam konferensi pers di Berlin, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan kemungkinan jaminan keamanan AS yang serupa dengan yang diberikan untuk Israel merupakan salah satu dari beberapa opsi yang dibahas. Namun diskusi masih belum selesai.

"Usulan yang disampaikan presiden AS bukan sesuatu yang baru, tapi memainkan peran besar dan memberi sedikit indikasi pada kemungkinannya, tapi diskusi masih jauh dari selesai," kata Scholz.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement