REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya petugas bea cukai yang bersekongkol dengan para pengusaha di bidang impor untuk menyelundupkan barang ke Indonesia. Hal ini disampaikan usai eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, ditahan KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.
"Bagaimana bisa dimungkinan juga bahwa antara importir itu bersekongkol dengan petugas bea cukai untuk memudahkan atau memberikan fasilitas kemudahan sehingga barang-barang yang seharusnya tidak boleh masuk menjadi boleh masuk, atau barang-barang yang seharusnya itu dikenakan tarif tertentu kemudian dikenakan tarif yang tidak seharusnya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip dari video yang diunggah di kanal YouTube KPK RI, Senin (10/7/2023).
Alex mengatakan, persekongkolan ini diduga terjadi karena lemahnya pengawasan internal di Ditjen Bea Cukai Kemenkeu. Dia menyebut, pihaknya pun kini tengah mendalami dugaan tersebut.
"Bagaimana itu kemudian barang-barang yang kita semua tahu, banyak barang ilegal yang kita dapatkan diperjualbelikan. Kok bisa lolos? Nah, di situlah kemungkinan ada kelemahan dari pengawasan otoritas, dalam hal ini bea cukai," kata Alex.
Sebelumnya, KPK telah menyampaikan bahwa pengawasan internal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai lemah. Hal ini terbukti dari kasus eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono serta mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
Adapun, KPK resmi menahan Andhi Pramono. Dia diduga memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Makassar untuk menjadi broker atau perantara bagi pengusaha di bidang ekspor impor sejak tahun 2012-2022.
Dalam kurun waktu tersebut, Andhi menerima uang mencapai Rp 28 miliar sebagai bentuk fee. Dia menerima duit gratifikasi itu melalui transfer ke rekening beberapa orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan yang bertindak sebagai nominee.
Dari total uang tersebut, Andhi diduga menyembunyikan sekaligus menyamarkannya dengan membeli sejumlah aset. Hal inilah yang menjerat dirinya atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Andhi juga diduga menggunakan rekening ibu mertuanya untuk menerima gratifikasi. Uang tersebut kemudian dia pakai membeli berbagai keperluan keluarganya. Di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 ia membeli berlian senilai Rp 652 juta, polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan rumah di wilayah Pejaten, Jaksel seharga Rp 20 miliar.