REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum adanya koalisi partai politik maupun bakal calon presiden (capres) yang mengumumkan calon wakil presiden (cawapres) hingga saat ini ditengarai karena masih saling tunggu untuk melihat kekuatan koalisi. Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut, hal ini juga salah satunya disebabkan karena faktor ketiadaan capres dominan.
Meski tiga capres Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo nampak menguasai tiga besar survei, tetapi ketiganya selisih tipis masih saling salip.
"Faktor ketiadaan capres dominan membuat penentuan cawapres saling tunggu, tiap koalisi perlu menimbang tokoh yang memungkinkan bisa meredam suara rival," ujar Dedi dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).
Dedi mengatakan, di luar itu masing-masing partai masih berkalkulasi dan melakukan upaya lain termasuk menunggu kepastian koalisi mana yang berhasil lolos ke pendaftaran. Khususnya partai yang hingga saat ini belum memutuskan akan mendukung koalisi capres.
Selain itu, lanjut Dedi, tak kunjungan adanya pergerakan cawapres bisa jadi karena adanya intervensi Presiden Joko Widodo yang dinilai juga ikut mempengaruhi keputusan cawapres di dalam koalisi.
"Utamanya PDIP dan Gerindra, situasi ini karena adanya upaya Jokowi menguasai semua kontestan baik di Gerindra maupun PDIP. Itu bisa memungkinkan pembahasan cawapres lambat," ujarnya.
Sedangkan untuk koalisi perubahan untuk persatuan (KPP) saat ini juga masih belum dipastikan apakah akan terus bertahan hingga pendaftaran yang dijadwalkan pada 19 Oktober - 25 November 2023. "Juga, kepastian koalisi Perubahan apakah bertahan hingga pendaftaran atau tidak, karena yang mengemuka hari ini tekanan pada koalisi Perubahan cukup intensif, utamanya pada Nasdem dan Demokrat," ujarnya.