Selasa 11 Jul 2023 22:00 WIB

Manulife Aset Management: Inflasi Tahan Laju Tumbuh Ekonomi Asia

Selain itu, ada juga tantangan El Nino, suku bunga AS, hambatan China, dan lainnya.

Foto aerial bentang Pegunungan Meratus dari situs Geopark Meratus puncak bukit Langara, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/5/2023). Badan Pengelola Geopark Meratus Provinsi Kalimantan Selatan membuat empat rute untuk dinikmati wisatawan yaitu rute Barat, Timur, Selatan dan Utara dengan total 54 situs Geopark Meratus untuk mempersiapkan diri masuk dalam jajaran Unesco Global Geopark (UGG) serta sebagai upaya meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Foto aerial bentang Pegunungan Meratus dari situs Geopark Meratus puncak bukit Langara, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/5/2023).
Foto: ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S
Foto aerial bentang Pegunungan Meratus dari situs Geopark Meratus puncak bukit Langara, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/5/2023). Badan Pengelola Geopark Meratus Provinsi Kalimantan Selatan membuat empat rute untuk dinikmati wisatawan yaitu rute Barat, Timur, Selatan dan Utara dengan total 54 situs Geopark Meratus untuk mempersiapkan diri masuk dalam jajaran Unesco Global Geopark (UGG) serta sebagai upaya meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Foto aerial bentang Pegunungan Meratus dari situs Geopark Meratus puncak bukit Langara, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-Head Global Macro Strategy Manulife Aset Management Sue Trinh menyebut inflasi menjadi salah satu risiko yang menahan laju pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik. Menurut konsensus inflasi akan mencapai 4,4 persen secara tahunan di 2023.

"Perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik berada di bawah rata-rata dan di bawah tren sebelum Covid-19, dan itu karena berbagai risiko dalam jangka pendek seperti inflasi, El Nino, dan puncak peningkatan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed," katanya dalam Media Briefing daring, Selasa (11/7/2023).

Perekonomian Asia juga menghadapi risiko dari ketidakpastian lain terkait stabilitas keuangan, hambatan dari China, dan pelonggaran kebijakan bank sentral yang belum pasti kapan dimulai.

Namun demikian, ia memandang inflasi yang mulai terkendali tidak lagi menjadi momok besar dan berpotensi membuat bank sentral beberapa negara di Asia mulai membuat kebijakan yang mengerek aktivitas perekonomian dan tidak lagi hanya berfokus pada pengendalian inflasi.

"Beberapa fundamental makro lain dan cadangan devisa yang lebih tinggi yang dimiliki beberapa negara Asia lain, juga menjadi potensi pertumbuhan ekonomi Asia," katanya pula.

Di samping itu, deglobalisasi, bonus demografi, dan upaya dekoarbonisasi di Asia juga berpotensi menarik masuk lebih banyak peluang perdagangan dan investasi ke wilayah ini. Hal itu ditopang oleh kebijakan pemerintah di beberapa negara Asia yang melakukan reformasi untuk meningkatkan kemudahan berbisnis.

"Dengan kebijakan yang tepat banyak negara akan dapat membalikkan dinamika Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin di bawah, dan kami memandang ekonomi Asia Selatan dan Asia Tenggara sebagai penerima manfaat utama," katanya lagi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement