Oleh: Al Chaidar Abdurrahman Puteh, Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh
Salah satu cara untuk memahami makna intrusi (intrusion) adalah dengan melihat bagaimana istilah ini digunakan dalam berbagai bidang ilmu, seperti geologi, hukum, dan psikologi. Dalam geologi, intrusi adalah proses dimana magma dari dalam kerak bumi masuk ke dalam celah-celah di lapisan batuan yang lebih atas dan membentuk batuan beku. Dalam hukum, intrusi adalah tindakan yang melanggar hak milik atau privasi orang lain tanpa izin atau alasan yang sah. Dalam psikologi, intrusi adalah pikiran atau ingatan yang tidak diinginkan dan mengganggu yang muncul secara tiba-tiba dan sulit untuk dihilangkan.
Dari ketiga pengertian intrusi di atas, kita dapat melihat bahwa ada unsur paksaan, pelanggaran, dan ketidaksesuaian yang terkandung di dalamnya. Intrusi adalah sesuatu yang masuk ke dalam suatu sistem atau ruang yang seharusnya tidak ada di sana, dan menimbulkan dampak negatif bagi sistem atau ruang tersebut. Intrusi juga seringkali bertentangan dengan norma, nilai, atau kepentingan yang berlaku di dalam sistem atau ruang tersebut.
Dengan menggunakan kerangka pemahaman ini, kita dapat menguraikan tentang pengaruh ideologi Syiah, Wahabi Jihadi, Wahabi Takfiri dan aliran Isa Bugis terhadap gerakan Darul Islam di Indonesia sebagai berikut:
Ideologi Syiah, Wahabi Jihadi, Wahabi Takfiri dan aliran Isa Bugis adalah empat contoh dari intrusi ideologis yang terjadi dalam sejarah gerakan Darul Islam di Indonesia. Masing-masing ideologi ini memiliki pandangan dan tujuan yang berbeda dengan gerakan Darul Islam yang awalnya bertujuan untuk mendirikan negara Islam berdasarkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Ideologi-ideologi ini masuk ke dalam gerakan Darul Islam melalui berbagai jalur, seperti kontak dengan kelompok-kelompok luar negeri, propaganda media, atau perekrutan anggota. Ideologi-ideologi ini kemudian menimbulkan konflik internal, perpecahan, dan kelemahan dalam gerakan Darul Islam. Ideologi-ideologi ini juga menantang otoritas dan legitimasi para pemimpin gerakan Darul Islam yang dianggap tidak sesuai dengan doktrin-doktrin mereka. Ideologi-ideologi ini akhirnya mengubah wajah dan arah gerakan Darul Islam dari sebuah perjuangan nasional menjadi sebuah perjuangan global yang terlibat dalam jaringan-jaringan terorisme internasional.
Lanjut pada halaman berikurnya
Pengaruh Syiah
Salah satu ideologi yang berpengaruh dalam gerakan NII adalah ideologi Syiahisme. Ideologi ini berasal dari aliran Islam yang mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW, dan menganggap para khalifah setelahnya sebagai tidak sah. Ideologi Syiahisme masuk ke dalam gerakan NII melalui kontak dengan Iran, negara yang menganut paham Syiah secara resmi. Beberapa anggota NII yang pernah belajar atau berdakwah di Iran kemudian membawa pengaruh Syiahisme ke dalam gerakan NII. Ideologi Syiahisme menyebabkan perbedaan pandangan dengan mayoritas anggota NII yang berafiliasi dengan Ahlussunnah wal Jamaah. Perbedaan ini menyangkut masalah-masalah teologis, politis, dan sosial, seperti konsep imamah, wilayatul faqih, taqiyyah, dan ashabul kiram. Ideologi Syiahisme juga menimbulkan konflik dengan pemerintah Indonesia yang menganggap Syiah sebagai aliran sesat dan berbahaya bagi keutuhan bangsa. Ideologi Syiahisme dalam gerakan NII dapat dilihat sebagai salah satu bentuk dari radikalisme Islam di Indonesia yang mencoba mengubah tatanan sosial dan politik sesuai dengan doktrin-doktrin mereka (Mubarak, 2015, hlm. 85-86; Thoyyib, 2018, hlm. 94-95; Turmudi dan Sihbudi, 2005, hlm. 23-24; Asrori, 2015, hlm. 259-260; Qodir, 2016, hlm. 435-436).
Pengaruh Wahabi
Salah satu gerakan Islam politik yang pernah muncul di Indonesia adalah Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini berusaha untuk mewujudkan cita-cita Islam sebagai sistem politik dan hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun, gerakan ini juga menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai bentuk radikalisme dan terorisme agama yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Lalu, apa pengaruh ideologi Wahabisme, yang merupakan salah satu aliran pemikiran Islam yang berasal dari Timur Tengah, terhadap gerakan NII?
Ideologi Wahabisme adalah sebuah paham yang mengajarkan tentang kemurnian ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis, serta menolak segala bentuk bid'ah, takhyul, dan syirik yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang asli. Ideologi ini dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, seorang ulama dari Arab Saudi, pada abad ke-18 Masehi. Ideologi ini kemudian menjadi dasar bagi berdirinya Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1932, serta mendapat dukungan dari keluarga kerajaan dan negara-negara Barat (Istadiyantha, 2019, p. 67).
Ideologi Wahabisme memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap gerakan NII, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, ideologi Wahabisme mempengaruhi pemikiran dan sikap beberapa tokoh NII, seperti Kartosuwiryo dan Imron Cotan, yang pernah belajar di Timur Tengah dan berinteraksi dengan para ulama Wahabi. Mereka kemudian membawa pengaruh tersebut ke Indonesia dan menyebarkan ajaran NII yang mengklaim sebagai satu-satunya kelompok Islam yang benar dan berhak memimpin umat Islam (Hafid, 2020, p. 40). Secara tidak langsung, ideologi Wahabisme juga mempengaruhi gerakan NII melalui media massa dan internet, yang seringkali menyajikan informasi dan propaganda tentang keberhasilan dan kekuatan gerakan Islam politik di Timur Tengah, seperti ISIS dan Al-Qaeda. Hal ini kemudian menimbulkan rasa kagum dan simpati di kalangan sebagian anggota NII, serta mendorong mereka untuk melakukan aksi-aksi radikal dan terorisme dalam rangka mendukung perjuangan mereka (Diningrat, 2021, p. 51).
Meskipun demikian, tidak semua anggota NII terpengaruh oleh ideologi Wahabisme. Sebagian dari mereka masih mempertahankan identitas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia, serta menghormati keragaman dan toleransi dalam beragama. Mereka juga menyadari bahwa gerakan NII tidak sesuai dengan realitas sosial dan politik Indonesia, serta menimbulkan dampak negatif bagi keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, mereka cenderung bersikap moderat dan kritis terhadap gerakan NII, serta berusaha untuk keluar dari pengaruhnya (Mufid, 2013, p. 15).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ideologi Wahabisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gerakan NII di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, pengaruh tersebut tidak monolitik dan homogen, melainkan bervariasi dan dinamis sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing anggota NII. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang komprehensif dan proporsional untuk menangani masalah radikalisme dan terorisme agama di Indonesia, dengan tidak mengabaikan faktor-faktor historis, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan psikologis yang melatarbelakanginya (Laisa, 2014, p. 10).
Lanjut pada halaman berikurnya
Pengaruh Aliran Isa Bugis
Salah satu aliran sesat yang mengancam keutuhan NKRI adalah aliran Isa Bugis, yang mengintrusi atau menginfiltrasi NII (Negara Islam Indonesia). Aliran ini didirikan oleh M. Isa Bugis, seorang mantan anggota Masyumi Aceh yang mengaku sebagai nabi dan rasul. Aliran ini menolak Pancasila sebagai dasar negara dan menghendaki berdirinya negara Islam di Indonesia. Aliran ini juga menyesatkan umat Islam dengan mengajarkan doktrin-doktrin yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah (Hasballah, 2018, p. 3).
Aliran Isa Bugis memiliki pengaruh yang cukup besar dalam gerakan NII, karena aliran ini berhasil merekrut banyak pengikut dari kalangan mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum. Aliran ini menggunakan berbagai cara untuk menyebarkan ajarannya, seperti seminar, diskusi, buku-buku, media sosial, dan bahkan pesantren. Salah satu pesantren yang diduga menjadi basis aliran Isa Bugis adalah pesantren al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Pesantren ini didirikan oleh Panji Gumilang, seorang tokoh NII yang juga dikenal sebagai Abu Toto (Fikri, 2018, p. 63).
Pesantren al-Zaytun menjadi sorotan publik karena memiliki fasilitas yang mewah dan luas, seperti masjid, perpustakaan, sekolah, universitas, rumah sakit, dan bahkan lapangan golf. Namun, di balik kemegahan pesantren ini, terdapat berbagai indikasi penyimpangan dan kesesatan ajaran yang dianut oleh pengelolanya. Beberapa di antaranya adalah tafsir ayat-ayat Al-Qur'an yang menyimpang dari kaidah-kaidah tafsir yang baku, penolakan terhadap hadis-hadis shahih yang tidak sesuai dengan pemahaman mereka, pengagungan terhadap tokoh-tokoh NII seperti Daud Beureueh dan Kartosuwiryo, dan pengkultusan terhadap Panji Gumilang sebagai pemimpin tertinggi (Djamaluddin, 2002, p. 45).
Aliran Isa Bugis dan pesantren al-Zaytun merupakan contoh dari fenomena aliran-aliran sesat di Indonesia yang meresahkan masyarakat. Aliran-aliran sesat ini tidak hanya menyesatkan umat Islam dari jalan yang lurus, tetapi juga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada upaya-upaya preventif dan kuratif dari berbagai pihak untuk menangani penyebaran aliran-aliran sesat ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi keagamaan masyarakat melalui pendidikan formal dan informal (Hidayatulloh, 2013, p. 519), memberdayakan institusi hukum Islam suprastruktur dan infrastruktur untuk menegakkan hukum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat (Arianto dan Iqlima, 2020, p. 99), serta melakukan dialog dan dakwah yang santun dan humanis kepada para pengikut aliran-aliran sesat untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar (Yogaswara dan Jalid, 2012, p. 87).
Ada beberapa pengaruh lainnya yang mengintrusi gerakan Darul Islam atau NII selama ini seperti pengaruh aliran Darul Arqam, Hizbut Tahrir, Takfir Wal Hijrah, dan juga aliran-aliran tariqat atau sufisme. Intrusi dan pengaruh ini memperlihatkan bahwa Darul islam adalah gerakan Islam asli Indonesia yang tidak percaya diri dan mudah dipengaruhi oleh aliran pemikiran dan gerakan-gerakan scientology, Muktazillah, syiah dan Wahabi. Seharusnya, sebagai gerakan yang asli (organik) Indonesia, Darul Islam atau NII tetap bertahan pada pijakan sosial, politik, budaya dan ideologi Islamisme yang memiliki basis kultural yang sangat luas di Indonesia.*
Lanjut pada halaman berikurnya
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, M. Zaki. "Dari NII ke ISIS: Transformasi ideologi dan gerakan dalam Islam radikal di Indonesia kontemporer." Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman 10.1 (2015): 77-98.
Thoyyib, Mochamad. "Radikalisme Islam Indonesia." TA'LIM: Jurnal Studi Pendidikan Islam 1.1 (2018): 90-105.
Turmudi, Endang, and M. Riza Sihbudi, eds. Islam dan radikalisme di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Asrori, Ahmad. "Radikalisme di Indonesia: Antara historisitas dan antropisitas." Kalam 9.2 (2015): 253-268.
Qodir, Zuly. "Kaum muda, intoleransi, dan radikalisme agama." Jurnal Studi Pemuda 5.1 (2016): 429-445.
Istadiyantha, Istadiyantha. "PENGARUH PEMIKIRAN ULAMA TIMUR TENGAH TERHADAP GERAKAN ISLAM POLITIK DI YOGYAKARTA DAN SURAKARTA." Center of Middle Eastern Studies (CMES): Jurnal Studi Timur Tengah 6.1: 65-76.
Hafid, Wahyudin. "Geneologi Radikalisme Di Indonesia (Melacak Akar Sejarah Gerakan Radikal)." Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law 1.1 (2020): 31-48.
Diningrat, Budi Rahayu. "Potret Gerakan Sosial Keagamaan Negara Islam Indonesia Fillah Di Kabupaten Garut." TEMALI: Jurnal Pembangunan Sosial 4.1 (2021): 42-58.
Mufid, Ahmad Syafi’i. "Radikalisme dan terorisme agama, sebab dan upaya pencegahan." Harmoni 12.1 (2013): 7-17.
Laisa, Emna. "Islam dan radikalisme." Islamuna: Jurnal Studi Islam 1.1 (2014).