REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini tercatat sekitar 440 pesantren milik Muhammadiyah tersebar di seluruh Indonesia. Dengan banyaknya aset wakaf yang dimiliki Muhammadiyah, jumlah pesantren Muhammadiyah diproyeksikan terus bertambah dalam beberapa tahun mendatang.
Hal ini disampaikan Ketua LP2 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Maskuri dalam acara Penutupan Rapat Kerja Nasional Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat (LP2 PP) Muhammadiyah yang berlangsung di Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan, Yogyakarta (9/7/2023).
Meski begitu, Maskuri menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pesantren Muhammadiyah, yaitu defisitnya tenaga pengajar. Menurut dia, hal ini menjadi persoalan yang harus diselesaikan secara bersama-sama.
“Tantangan tidak ringan, masalah harus diselesaikan. Ada beberapa pesantren Muhammadiyah namun tidak ada SDM-nya. Maka ini persoalan yang harus kita atasi bersama,” ucapnya.
Maskuri menekankan pentingnya kriteria yang harus dimiliki oleh pimpinan pesantren Muhammadiyah, antara lain memiliki pemahaman yang baik terhadap Manhaj Muhammadiyah, punya kemampuan membaca turats, pengajaran yang sesuai dengan prinsip agama, memiliki wawasan wasathiyah, dan lain-lain. Dalam upaya meningkatkan kualitas pesantren Muhammadiyah, Maskuri menargetkan terbentuknya 1.000 ustaz yang akan memimpin pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan kebanggaannya terhadap pesatnya perkembangan berberapa pesantren milik Muhammadiyah, salah satunya MBS Prambanan. Dalam 15 tahun, MBS Prambanan memiliki area seluas 16 hektare dan telah meluluskan ribuan alumni.
Bukan hanya itu, MBS Prambanan juga berhasil mengantarkan alumninya melanjutkan pendidikan di Timur Tengah. Hal ini tentu menunjukkan perpaduan yang harmonis antara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh MBS Prambanan.
“Dalam tempo 15 tahun, luas area MBS Prambanan telah mencapai 16 hektar, dan semuanya dibangun dengan dana internal. Tahun ini saja, MBS Prambanan telah berhasil mengirimkan 58 santri ke Timur Tengah dan sekitar 48 santri melanjutkan studi mereka di Al-Azhar Mesir,” ungkap Haedar dengan rasa bangga.
Selain memberikan apresiasinya kepada MBS Prambanan, Haedar juga menyebut Madrasah Muallimin-Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta memiliki akar sejarah yang sangat kuat dengan Muhammadiyah. Pesantren ini menurutnya memiliki nilai sejarah yang kuat karena didirikan sejak zaman KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Muallimin-Muallimat telah berhasil melintasi berbagai zaman dan menghasilkan lulusan yang berkontribusi di berbagai bidang seperti politik, sosial, keagamaan, dan pendidikan. Pesantren berikutnya yang diapresiasi Haedar Nashir adalah Darul Arqom Muhammadiyah Garut.
Pesantren ini didirikan berdasarkan amanat Muktamar Muhammadiyah Padang tahun 1975. Banyak lulusan Darul Arqom Garut yang telah sukses menjadi politikus, akademisi, dan bahkan pengusaha.
“Kita punya model pesantren Muhammadiyah yang mengalami inovasi. Muhammadiyah Boarding School ialah manifestasi dari pesantren Muhammadiyah yang modern. Dari contoh ini, Muhammadiyah bisa mengembangkan pesantren yang khas Muhammadiyah,” tutur Haedar.
Haedar berharap pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia dapat mengambil pelajaran dan meniru langkah-langkah yang telah terbukti sukses. Haedar meyakini dengan meneladani pesantren yang telah mapan tersebut, pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia akan mampu memberikan pendidikan yang berkualitas dan mampu mencetak generasi muda yang berdaya saing tinggi serta berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa.