REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Inggris, Amerika Serikat (AS), dan beberapa negara anggota Uni Eropa (UE) menolak mengutuk pembakaran Alquran. Penolakan ini muncul selama debat di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) di Jenewa pada Selasa (11/7/2023).
Perdebatan itu digelar setelah Pakistan mengajukan permintaan resmi pada Senin malam. Pengajuan ini atas nama negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), termasuk yang tergabung dalam Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
OKI meminta negara-negara untuk mengutuk serangan yang menargetkan Alquran. Aliansi ini menggambarkan tindakan tersebut sebagai tindakan kebencian agama.
Beberapa negara anggota UE serta AS dan Inggris mengumumkan, bahwa mereka akan memberikan suara menentang dalam rancangan resolusi tentang kebencian agama setelah pembakaran Alquran. Setelah perpanjangan pidato oleh beberapa negara, Dewan HAM PBB memutuskan untuk bertemu lagi pada Rabu (12/7/2023) dan memberikan suara pada rancangan kecaman OKI.
"Kami sangat mengutuk pembakaran Alquran di depan umum baru-baru ini, yang merupakan manifestasi jelas dari pertumbuhan kebencian agama," ujar Wakil Menteri Luar Negeri Turki Yasin Ekrem Serim berbicara pada sesi mendesak tentang tindakan kebencian agama di Dewan HAM PBB melalui pesan video.
Serim menekankan, segala bentuk penghinaan terhadap kitab suci mana pun bertentangan dengan prinsip toleransi, perdamaian sosial, dan penghormatan terhadap martabat manusia. "Kebebasan berekspresi adalah landasan masyarakat, tetapi tidak dapat disalahgunakan untuk menyebarkan kebencian," ujarnya dikutip dari Anadolu Agency.
Menurut Serim, tidak dapat diterima untuk mengizinkan tindakan pemakaran Alquran atas dasar kebebasan berekspresi. "Kami meminta semua otoritas untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap pelaku tindakan ini dan untuk mencegah terulangnya kejadian seperti itu,” katanya.
Bulan lalu, seseorang yang diidentifikasi sebagai Salwan Momika membakar salinan Alquran di bawah perlindungan polisi di depan Masjid Stockholm di Swedia. Tindakan provokatifnya bertepatan dengan Idul Adha pada 28 Juni 2023. Tindakan itu pun menimbulkan kecaman luas dari banyak negara dan lembaga internasional.