REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan berpartisipasi dalam sesi diskusi darurat Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Selasa (11/7/2023) menyusul pembakaran salinan Alquran di Swedia pada 28 Juni lalu.
"Pemerintah Kerajaan menegaskan perlunya mengonsolidasikan nilai-nilai dialog, toleransi, dan rasa hormat serta menolak segala sesuatu yang akan menyebarkan kebencian dan ekstremisme," kata Pangeran Faisal.
"Pemerintah Kerajaan Saudi mengutuk keras para ekstremis yang membakar salinan Alquran dan menegaskan bahwa tindakan tercela ini tidak dapat diterima dengan alasan apa pun karena tindakan tersebut menghasut kebencian, pengucilan, dan rasialisme," katanya.
Menurut dia, tindakan pembakaran Alquran tersebut secara langsung bertentangan dengan upaya internasional untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penolakan terhadap ekstremisme. Menlu Saudi menambahkan, tidak ada pembenaran atas pembakaran tersebut, dengan mengatakan bahwa hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penolakan terhadap ekstremisme.
Pangeran Faisal menekankan bahwa semua kecaman dan penolakan internasional terhadap tindakan tersebut merupakan bukti bahwa komunitas dan organisasi internasional harus bertindak untuk menghentikan peristiwa ofensif semacam itu. Pangeran Faisal mengatakan Arab Saudi berharap dapat mengadopsi rancangan resolusi mengenai "Memerangi kebencian terhadap agama" melalui konsensus.
Sebab aksi kebencian terhadap agama, menurut dia, merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan."Menteri luar negeri Saudi juga mengucapkan selamat kepada duta besar Republik Ceko atas pemilihannya sebagai presiden Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk tahun ini dan berharap dia sukses dalam tugas barunya.
Pada 1 Juli, Organisasi Kerja Sama Islam mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan pertemuan darurat komite eksekutifnya di Jeddah untuk membahas konsekuensi dari aksi pembakaran Alquran. Pertemuan tersebut membahas langkah-langkah yang harus diambil untuk melawan tindakan keji ini dan mengadopsi posisi kolektif tentang tindakan yang diperlukan.
Perang pria keturunan Irak, Salwan Momika, 37 tahun, seorang imigran di Swedia yang melakukan penodaan Alquran. Ia membakar halaman-halaman Alquran di depan masjid terbesar di Stockholm pada Hari Raya Idul Adha lalu. Penodaan terhadap kitab suci yang dilakukan oleh Momika memicu kemarahan dari umat Islam sedunia.
Dengan beredarnya video pembakaran itu di media sosial, dunia Islam melalui OKI, pemerintah negara Islam dan duta besar dari berbagai negara mengutuk tindakan tersebut. Di akhir pidatonya di PBB, Pangeran Faisal menekankan pentingnya kebebasan berekspresi sebagai nilai moral yang menyebarkan rasa hormat dan hidup berdampingan di antara manusia.
"Kebebasan bukan alat untuk menyebarkan kebencian dan bentrokan budaya dan peradaban, yang menunjukkan perlunya menyebarkan nilai-nilai toleransi dan moderasi serta menolak segala bentuk kebencian, kekerasan, dan ekstremisme," katanya.