REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan respons soal berbagai penolakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang, kemarin. Menurut dia, penolakan dengan cara unjuk rasa maupun diskursus lainnya memang dibolehkan pada era demokrasi ini.
“Jadi saya tidak ingin mundur balik kalau orang tidak boleh (unjuk rasa). Yang kita perlu sadari adalah perbedaan pendapat itu wajar, sampaikanlah dengan cara yang sehat dan intelek,” kata Budi di rapat paripurna DPR, Selasa (11/7/2023).
Menurut dia, pihaknya di pemerintahan akan terbuka jika ada yang ingin menyampaikan pokok masalah atau masukan soal UU Kesehatan. Namun demikian, dia mengingatkan jika tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama.
“Masing-masing memiliki argumentasi yang berbeda,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi (OP) kesehatan lainnya kembali menegaskan ancaman mogok kerja nasional jika RUU Kesehatan disahkan menjadi Undang-Undang. Menurut Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi, pilihan mogok kerja tenaga kesehatan bersama OP lain, akan dilakukan selain dari upaya advokasi lainnya.
"Opsi mogok tetap jadi satu pilihan yang akan mungkin bisa kami lakukan. Itu sebuah hal yang saya kira perlu jadi perhatian," kata Adib saat ditemui awak media di kantor pusat IDI, Senin (19/6/2023).
Namun, pada Rabu (12/7/2023), Adib mengatakan, pihaknya memutuskan untuk tidak mengambil langkah mogok kerja nasional. Adib menegaskan, wacana mogok nasional tenaga kesehatan adalah opsi dari bagian upaya advokasi.
“Artinya, saat kemarin pun opsi itu tidak benar, tidak kita ambil. Opsi mogok itu tidak kita ambil,” kata Adib saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dia menambahkan, alasan tidak mengambil pilihan itu karena tidak ingin adanya masalah pelayanan yang membuat tenaga kesehatan meninggalkan sikap siaganya. Sehingga, kata dia, para pasien yang tidak bisa meninggalkan pengobatan masih bisa dirawat sebaik-baiknya.
“Sebuah kondisi yang kita ambil dengan bijak. Sehingga kecintaan daripada profesi tenaga kesehatan kepada masyarakat itu sudah jaminan bahwa opsi itu tidak kita ambil,” tutur dia.
Meski demikian, dia mengingatkan bahwa pilihan untuk mogok kerja dijamin dan terkait dengan hak dalam bernegara. Adib menegaskan, mogok kerja yang pada awalnya merupakan pilihan terakhir, tidak akan diambil.
“Lalu kemudian apa yang nanti kita akan lakukan? kita melihat perkembangan yang terjadi. Kami akan mengawal pelaksanaan UU yang ada,” ucapnya.
Ditanya sikap ke depan, Adib mengaku masih perlu mempelajari isi draf UU Kesehatan yang belum diterima pihaknya, bahkan sejak rancangan undang-undang terakhir. “Karena apakah UU ini bisa mewujudkan transformasi kesehatan atau UU ini hanya sebagai metodologi untuk masuknya investasi kesehatan?” tutur dia.