REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Komisi pemilihan umum Thailand pada Rabu (12/7/2023) merekomendasikan Mahkamah Konstitusi untuk mendiskualifikasi kandidat perdana menteri Pita Limjaroenrat sebagai anggota parlemen yang diunggulkan. Hal ini memberikan pukulan telak kepada Pita sebagai kandidat pemenang pemilu jelang malam pemungutan suara untuk pemilihan perdana menteri Thailand yang baru.
Komisi pemilihan Thailand tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menemukan kebenaran dalam pengaduan yang menuduh Pita, sebagai pemimpin Partai Progresif Move Forward, tidak memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu pada tanggal 14 Mei 2023 lalu. Alasannya karena Pita diduga masih memegang kepemilikan sahamnya di sebuah perusahaan media, yang mana itu melanggar aturan pemilu di Thailand.
Seorang sumber dari komisi tersebut, yang menolak untuk disebutkan namanya, mengatakan kepada Reuters bahwa komisi tersebut juga akan meminta agar Pita diberhentikan sementara sebagai anggota parlemen, sambil menunggu keputusan pengadilan.
Tidak ada indikasi langsung bahwa rekomendasi komisi tersebut akan mencegah Pita mengikuti pemungutan suara kursi Perdana Menteri pada Kamis (13/7/2023). Di mana pria berusia 42 tahun itu, akan menghadapi tantangan untuk memenangkan dukungan lebih dari setengah anggota parlemen, termasuk anggota konservatif Senat yang menentang agenda anti-kemapanan partainya.
Pita mengatakan tindakan komisi tersebut tidak adil karena ia tidak diberi kesempatan untuk memberikan pandangannya. "Peraturan memungkinkan saya untuk membela diri. Ini sedikit terburu-buru, satu hari sebelum pemungutan suara PM, seharusnya tidak terjadi," katanya kepada wartawan.
Dia mengatakan bahwa dia tidak khawatir, menambahkan bahwa pengajuan kasus ini, dan waktunya, menunjukkan bahwa lawan-lawannya yang kuat khawatir bahwa dia akan menang dalam pemungutan suara pada Kamis (13/7/2023).
Pita didukung oleh para pendukung besar-besaran dari para pemilih muda untuk rencana reformasi yang berani, dari Partai Move Forward dan partai oposisi lainnya. Partai ini mengalahkan saingannya yang bersekutu dengan kelompok Junta tentara royalis pada pemilu Mei lalu.
Kekalahan kelompok militer ini, disebut dalam apa yang secara luas sebagai penolakan publik yang luar biasa terhadap sembilan tahun pemerintahan Thailand, yang dipimpin atau didukung oleh Junta militer. Partai Move Forward mengalahkan partai populis Pheu Thai, yang tadinya diperkirakan akan menang, dengan perolehan 10 kursi.
Kemudian kedua partai ini bersama-sama berharap dapat membentuk pemerintahan koalisi setelah pemungutan suara pada Kamis esok.