REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Untuk mengimani Allah SWT, umat Islam patut mengenal-Nya melalui nama serta sifat-sifat-Nya. Di antara sifat-sifat-Nya, salah satu yang melekat pada Allah SWT adalah bahwa Dia berbicara.
Pendakwah Ustadz Muhammad Yahya, dalam kajian Majelis Taklim Assalam di Masjid Assalam, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang dikutip dari
Salah satu makhluk Allah SWT yang pernah diajak dan dikehendaki berbicara dengan-Nya adalah Nabi Musa. Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi Musa tanpa perantara. "Hal ini dijelaskan dalam surat an-Nisa ayat 164," ujar Ustadz Muhammad Yahya menerangkan.
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Dalam ayat lainnya, masih berkaitan dengan Nabi Musa dan sifat kalam pada Allah SWT, termaktub di surat al-Araf ayat 144.
الَ يَا مُوسَىٰ إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالَاتِي وَبِكَلَامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur."
Di ayat tersebut diterangkan bahwa Nabi Musa dipilih untuk membawa risalah Allah SWT. "Selain dipilih untuk membawa risalah, Nabi Musa juga dipilih Allah SWT untuk diajak berbicara langsung dengan-Nya," ujar Ustadz Muhammad Yahya.
Menurut dia, hal tersebut menjadi bukti bahwa Allah SWT memang memiliki sifat kalam. "Allah SWT memilih siapa saja makhluknya yang memang dikehendaki untuk berbicara dengannya," kata dia.
Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko
Kendati dalam ayat-ayat tadi diterangkan bahwa Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi Musa, kata Ustadz Muhammad Yahya, bukan berarti Allah SWT langsung menampakkan wujud-Nya di depan Musa.
Pembicaraan Nabi Musa dengan Allah SWT berlangsung di balik hijab atau sebuah tabir. Hal ini dijelaskan Alquran dalam surat asy-Syura ayat 51. Ayat tersebut berbunyi:
۞ وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi Mahabijaksana.”
Walaupun dalil-dalil tersebut telah menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki sifat kalam, terdapat sebagian kalangan yang berpendapat sebaliknya.
Yakni, pembicaraan Allah SWT hanya tersalur melalui huruf-huruf. Dia menilai pemikiran tersebut adalah sebuah penyimpangan. "Sebab Alquran, walaupun di dalamnya hanya huruf atau ayat-ayat, seluruhnya merupakan ucapan dan firman Allah SWT," ujarnya.
Ustadz Muhammad Yahya berpendapat bahwa kalangan tersebut memang luput untuk memeriksa dalil-dalil, khususnya yang bersumber dari Alquran.
Sebab, Alquran dengan gamblang dan tegas menerangkan bahwa Allah SWT memiliki sifat kalam. "Dia berbicara dengan makhluk yang memang dikehendakinya. Baik berbicara langsung melalui perantara hijab maupun wahyu," ujarnya.
Oleh sebab itu, Ustadz Muhammad Yahya mengajak jamaah yang hadir dalam kajian tersebut untuk mengimani sifat kalam Allah SWT. Dengan demikian, secara langsung, kita juga mengimani wahyu-wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya.