REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR -- Branding kota seperti ‘Enjoy Jakarta’, ‘Solo: The Spirit of Java’, atau ‘Kota Wisata Batu’ telah mengangkat identitas lokal yang ada di berbagai daerah Indonesia menjadi lebih dikenal luas. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mendorong percepatan pelaksanaan dan pengembangan branding dengan tujuan menjadikan kota tidak hanya sebagai lokasi, tetapi juga sebuah tujuan. Dengan pengertian lain, mengubah kota menjadi sebuah tempat di mana manusia ingin bertempat tinggal, bekerja, dan berkunjung.
Hal itu ditekankan Suhajar pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Tahun 2023 yang mengambil tema "Kota Kita Maju, Indonesia Kita Kuat", di Hotel Upperhills Makassar, Rabu (12/7/2023).
“Kita berterima kasih pada kawan-kawan yang telah mem-branding kotanya dengan baik. Bandung mem-branding kotanya dengan sangat menarik, yang disebut dengan ‘Kecantikan yang Abadi’, luar biasa. Semarang mem-branding kotanya dengan keberagaman budaya, Jogja mengubah branding-nya menjadi ‘Jogja Istimewa’, ‘Surabaya Berkilau’,” katanya.
Suhajar menekankan, city branding adalah proses menuju kota masa depan. Branding yang tepat meliputi banyak aspek dari berbagai pemangku kepentingan, melalui visi bersama mengangkat kekhasan lokal yang menarik perhatian nasional, regional, dan global. Selain itu, city branding mampu mengintegrasikan berbagai program sektoral menuju branding yang dituju secara terpadu dan sinergis.
"Saya yakin dan percaya, branding kawan-kawan semua menimbulkan kebanggaan yang luar biasa baik untuk warga yang Bapak/Ibu pimpin, maupun untuk orang-orang yang datang ke kota yang Bapak/Ibu pimpin,” ujarnya.
Dia melanjutkan, branding kota sejalan dengan dokumen kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan nasional 2015-2045. Dokumen tersebut menyebutkan enam hal penting dalam membentuk kota yang berkelanjutan dan berdaya saing. Pertama, kota layak yang aman dan nyaman. Kedua, kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana. Ketiga, kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi.
Kemudian, keempat, membangun identitas perkotaan Indonesia berbasis karakter fisik, keunggulan ekonomi, dan budaya lokal. Kelima, membangun keterkaitan dan manfaat antarkota dan desa-kota dalam sistem perkotaan nasional berbasis kewilayahan. Keenam, tata kelola kota yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Suhajar menyampaikan, kota harus dikembangkan dengan intervensi secara progresif dari kepala daerah. Dia mendorong wali kota untuk melakukan intervensi tak hanya di pusatnya saja, tetapi juga wilayah peri-urban atau daerah pinggiran/pendukung. Tanggung jawab moral kota menurut Suhajar adalah menjaga keseimbangan pusat kota dengan daerah pendukung.
“Kota adalah pusat pertumbuhan, pusat pertumbuhan ini wajib menumbuhkan peri-peri pendukungnya,” ujarnya.