REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah akan terus melobi DPR terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perampasan aset terkait tindak pidana. Ia menegaskan, pemerintah tidak bisa memberikan perintah kepada DPR dalam hal ini.
"Bagaimana kami melakukan. Kami kan tidak bisa memerintah DPR. Tapi kami akan lobi lah terus," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Yasonna menyampaikan pihaknya akan menemui pimpinan DPR agar bisa mempercepat pembahasan RUU perampasan aset. Ia juga akan mengecek terkait pembentukan panitia khusus untuk membahas RUU ini.
"Ya kita nanti jumpai pimpinan atau sekarang kan apakah sudah ditunjuk pansus atau apa kan kita harus lihat dulu. Ya. Belum ada panggilan," kata dia.
Meskipun begitu, Yasonna menegaskan, bahwa pemerintah dan DPR akan menyelesaikan pembahasan RUU Perampasan Aset sebelum masa tugas DPR selesai. Hal itu dikatakannya sebagai prioritas utama pemerintah. Yasonna juga menyebut, saat ini, pemerintah tengah menunggu undangan dari DPR.
"Ya kita selesaikan dong, itu prioritas kita," ucap Yasonna.
Seperti diketahui, DPR belum juga membacakan surat presiden (surpres) yang memerintahkan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang perampasan aset terkait tindak pidana. Menurut Wakil Ketua DPR, Lodewijk F Paulus, sembilan fraksi yang ada di DPR belum kompak terkait RUU tersebut.
"Kita kan ada dinamika, coba katakan ada SOP kita yang bagaimana menuju ke sana. Kalau ini katakan sembilan fraksi belum kompak, gimana kita mau kelola ya, itu dulu yang harus disatukan," ujar Lodewijk di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mengklaim bahwa Komisi III tengah membahas tiga RUU lain. Komisi hukum itu disebutnya fokus terlebih dulu untuk menyelesaikan ketiga RUU tersebut.