REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mencermati mulai munculnya dinamika di Partai Golkar menuju Pemilihan Presiden 2024. Hal ini karena Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto belum juga menentukan poros koalisi di Pilpres 2024.
Kondisi ini membuat internal Partai Golkar mulai bergejolak dan mengemuka wacana musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) dari Dewan Pakar Partai Golkar jika Airlangga tidak juga mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden (capres) maupun membentuk poros baru untuk kendaraan politik Airlangga.
Ujang pun menilai, Golkar saat ini sedang tersandera oleh sosok Airlangga Hartarto. Hal ini karena keputusan Munas maupun Rapimnas telah menetapkan Airlangga sebagai capres. Namun, sosok Airlangga hingga ini tidak memiliki elektabilitas tinggi sehingga tidak menarik bagi koalisi partai mengajukannya sebagai kandidat capres.
"Yang membuat beban bagi Airlangga dan Golkar, karena sosok Airlangga, secara objektif itu tidak menjual, tidak memiliki elektabilitas yang tinggi baik sebagai capres maupun cawapres. Ya ini yang membuat dilematis bagi Golkar," ujar Ujang dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (13/7/2023).
Ujang mengatakan, elektabilitas Airlangga tidak juga mengalami kenaikan siginifikan dan masuk dalam jajaran tiga besar bakal capres seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo bahkan Anies Baswedan. Bahkan, nama Airlangga tidak masuk dalam kandidat cawapres yang jadi perbincangan publik.
"Karena elektabilitasnya tidak sampai ke level tiga besar ketika bersaing sebagai capres. Begitu pun sebagai cawapres, elektabilitas Airlangga juga masih jauh juga oleh bakal cawapres lain. Faktor inilah yang membuat di internal Partai Golkar, termasuk Dewan Pakar sebagian merasa gerah dan Golkar dalam keadaan tidak baik baik saja," ujarnya.
Menurutnya, Golkar sebagai salah satu partai besar dan berpengalaman, tidak semestinya tersandera dalam menentukan sikap di Pilpres. Terlebih, Golkar juga merupakan partai runner up perolehan kursi pada Pileg 2019 lalu.
Karenanya, dia menilai wajar jika saat ini mulai terjadi pergolakan politik di partai berlambang pohon beringin tersebut. "Partai yang kuat, tapi di saat yang sama Golkar saat ini mengalami banyak kelemahan dan kekurangan yang saya anggap itu karena faktor leadership, faktor kepemimpinan Airlangga yang saat ini tersandera oleh keputusan munas dan rapimnas," ujarnya.
Wajar kalau ada langkah atau gerakan atau tindakan untuk bisa menyelamatkan Partai Golkar agar bisa menjadi partai yang progresif kembali, partai yang memiliki marwah kembali dan diperhitungkan kembali di Pilpres.
Menurut Ujang, jika Golkar membangun poros sendiri, maka Golkar akan mendapatkan dukungan dan suara publik lebih besar. Berbeda jika Golkar mengikuti koalisi lainnya yang sudah ada, potensi penurunan suara akan lebih besar.
"Ini berbahaya bagi Golkar. Salah satu solusinya ya membangun koalisi sendiri, menghadirkan capres sendiri ya, agar Golkar tadi, mendapat coattail effect atau dampak positif dari pencalonan Airlangga dengan koalisinya sendiri itu," ujarnya.
Sebelumnya, Dewan Pakar Partai Golkar mendorong DPP Partai Golkar segera mengambil sikap untuk Pilpres 2024. Sebab, ketidakjelasan sikap dari pimpinan partai membuat kader-kader seakan terpaksa mendukung Airlangga sebagai bakal capres.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam mengatakan, ada ketidakjelasan sikap Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto menjelan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketidakjelasan tersebut, menurut dia, dapat membuka peluang terjadinya munaslub untuk menggantikan Airlangga dari kursi ketua umum Partai Golkar.
"Berpeluang juga karena munaslub, maka pergantian ketua umum bisa mengarah ke sana, tergantung pemilik suara," ujar Ridwan, di Jakarta, Senin (10/7/2023).