REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuku palsu menjadi salah satu aksesori pendukung penampilan yang saat ini banyak dikenakan kaum hawa. Tren menghias kuku, baik itu mengenakan cat kuku, henna, maupun kuku palsu, memang merupakan hal yang lazim dan kian berkembang.
Namun, sebagai umat Islam, seseorang perlu mencermati lebih jauh terkait boleh-tidaknya pemakaian kuku palsu. Terlebih, kaitannya dengan ibadah harian, di mana kuku palsu ditakutkan bisa menghalangi syarat sah suatu ibadah seperti berwudhu dan sholat.
Menurut pendakwah Ustaz Azhar Idrus, terdapat beberapa pandangan berlainan di kalangan ulama terkait pemakaian kuku palsu. Ada yang membolehkan, dan ada yang sama sekali tidak memperbolehkan. Itu pun dikaitkan dengan niat mengenakannya.
"Hukum pakai kuku palsu, boleh atau tidak? Tidak boleh pakai kuku palsu, kecuali kukunya rusak, dalam kondisi darurat," ujar Ustaz Azhar Idrus dalam kajiannya, yang disiarkan di kanal YouTube Ustaz Azhar Idrus Official.
Ustaz Azhar Idrus mengatakan memang ada sebagian ulama berpendapat boleh saja memakai kuku palsu. Asalkan, ketika akan sholat, kuku palsu itu dibuka terlebih dahulu, sehingga tidak menghalangi anggota tubuh jari dan kuku dari terkena air wudhu.
Namun, Ustaz Azhar Idrus termasuk yang tidak memperbolehkannya, kecuali di kondisi terdesak seperti kuku rusak dan memerlukan kuku palsu. Menurut Ustaz Azhar Idrus, pemakaian kuku palsu selain alasan medis atau kesehatan bisa berpotensi mengarah pada tabarruj, yang dilarang dalam Islam.
Dalam Alquran, pengertian tabarruj adalah "menampakkan diri", yakni bersolek atau berhias mempercantik diri yang dilakukan perempuan untuk memamerkan kecantikan atau keelokan tubuhnya kepada lawan jenis. Hal itu dilarang, sebab dapat menimbulkan fitnah.
Pembahasan serupa termuat di situs dakwah Islamqa.info yang berada di bawah pengawasan Syaikh Muhammad bin Saalih Al-Munajjid. Menurut fatwa di situs itu, tidak mengapa memasang kuku buatan yang permanen jika sebabnya adalah pecahnya kuku secara alami karena kekurangan kalsium dalam tubuh. "Adapun memasangnya dengan tujuan sebagai perhiasan dan mempercantik diri, maka hal itu tidak dibolehkan," demikian bunyi ulasan tersebut.
Bagi pemakai kuku palsu karena alasan medis yang hendak sholat, tidak mengapa sholat dengan tetap memakai kuku. Dengan syarat, kuku palsu dilepaskan terlebih dahulu ketika berwudhu atau mandi junub, agar air sampai ke bagian bawahnya.
Hal sama berlaku bagi pewarna yang dipakai untuk seni menghias kuku. Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Da'imah, 5/218, jika pewarna kuku yang dipakai memiliki partikel di atas kuku, maka seorang Muslim tidak sah berwudhu sebelum menghilangkannya.
Berbeda jika pewarna tidak memiliki partikel seperti henna atau pacar, maka dibolehkan berwudhu. "Jika hal tersebut berlaku bagi pewarna kuku, maka kuku buatan lebih dari itu (tidak boleh dipakai saat berwudhu)," demikian keterangan di laman tersebut.