REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain harus memiliki kapasitas yang diatur dalam syariat, penunjukan imam sholat lima waktu di masjid pun tak sembarangan. Bagaimana penunjukannya?
Imam Al Mawardi dalam kitab Al Ahkam As Sulthaniyah menjelaskan jabatan imam sholat terbagi menjadi tiga bagian. Yakni imam sholat lima waktu, sholat Jumat, dan sholat sunnah.
Untuk jabatan sholat lima waktu, pengangkatan imam sholatnya bergantung pada status masjid yang ditempati untuk sholat. Secara garis besar, masjid itu terbagi menjadi dua macam, yakni masjid negara dan masjid umum.
Masjid negara adalah masjid jami (agung) yang memiliki jumlah jamaah yang banyak yang mana status pengelolaannya berada dalam wewenang negara. Sedangkan pengangkatan imam sholatnya termasuk perkara yang utama dan bukan perkara wajib.
Jika berjamaah di dalam sholat lima waktu hukumnya sunnah muakaddah dan khalifah telah menunjuk seorang imam di masjid tersebut, selagi imam yang ditunjuk itu hadir, maka tidak boleh ada satu orang pun yang maju untuk menjadi imam sholat jamaah di dalamnya.
Terdapat lima syarat penunjukan imam sholat di masjid negara, yakni adil, laki-laki, pandai membaca Alquran, ahli fikih, ucapannya fasih (terbebas dari gagap, dan sebagainya).
Sedangkan untuk masjid umum, maknanya adalah masjid yang dibangun oleh kaum Muslimin atau di luar pemerintahan. Para ulama saling berbeda pendapat mengenai penunjukkan imam sholat di masjid umum, apakah harus berasal dari jamaah masjid tersebut yang rumahnya berada di sekitar masjid atau tidak? Namun demikian syarat-syarat untuk menjadi imam sholat pun sama, yakni memenuhi unsur seperti adil, laki-laki baligh, fasih, memahami Alquran, dan tidak gagap.