REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa jam kerja yang panjang bisa berimbas pada kesehatan kardiovaskular secara signifikan. Selama ini, jam kerja berlebih itu juga sudah terpantau menyebabkan kelelahan dan tekanan mental bagi karyawan.
Salah satunya adalah analisis British Medical Journal (BMJ) yang meneliti data 600 ribu orang di seluruh Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Riset mengungkap, bekerja 55 jam atau lebih per pekan dikaitkan dengan risiko strok 33 persen lebih tinggi dibandingkan orang yang bekerja sesuai standar 35-40 jam per pekan.
Dokter spesialis jantung V Rajasekhar menjelaskan, mekanisme dampak jam kerja yang panjang terhadap risiko kardiovaskular bisa dilihat dari banyak segi. Bisa karena paparan stres yang konstan, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan makan yang tidak sehat, dan waktu istirahat terbatas.
Semua itu dapat menyebabkan akumulasi faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, obesitas, dan profil lipid yang tidak sehat. "Selain itu, pola tidur yang terganggu dan kelelahan kronis yang terkait dengan jam kerja yang panjang dapat menambah risiko ini, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan jantung," ujar Rajasekhar, dikutip dari laman HealthSite, Kamis (13/7/2023).
Pakar dari Yashoda Hospitals Hyderabad, India, itu menyampaikan bahwa kekhawatiran kian bertambah sebab prevalensi jam kerja yang panjang di seluruh dunia cenderung meningkat. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), diperkirakan 90 persen populasi dunia bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang.
Pandemi Covid-19 turut memperburuk situasi bagi banyak orang, karena adanya pengaturan kerja jarak jauh yang membuat batas antara kehidupan pribadi dan profesional kian samar. Butuh strategi komprehensif untuk mengatasi dampak jam kerja terhadap kesehatan karyawan.
Menurut Rajasekhar, perlu ada peningkatan kesadaran tentang potensi risiko terkait jam kerja yang lebih panjang. Dia menyarankan praktik kerja yang lebih sehat, di mana pengusaha punya peran penting dalam menumbuhkan lingkungan kerja yang mendorong keseimbangan kehidupan kerja.
Selain itu, perusahaan perlu menetapkan batasan jam kerja yang tepat, dan mempromosikan teknik manajemen stres. Mengembangkan budaya komunikasi positif pun akan membantu karyawan merasa lebih nyaman menangani masalah beban kerja dan mencari dukungan jika diperlukan.
Sementara, individu didorong untuk memprioritaskan kesejahteraan fisik maupun mental. Jangan hanya sibuk kerja keras, tapi juga harus menerapkan gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, diet seimbang, tidur cukup, dan teknik pengurangan stres.
"Pemeriksaan kesehatan rutin dan konsultasi dengan profesional kesehatan dapat membantu memantau tanda-tanda awal masalah kardiovaskular dan mencegah potensi komplikasi," ujar Rajasekhar.