Jumat 14 Jul 2023 05:34 WIB

DPRD DIY: Mengubah Pola Pikir Warga Soal Tradisi Mbrandu Harus Berbasis Budaya

Tradisi tersebut memperbesar risiko penularan antraks.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD DIY menyebut akan mengajak pakar dan akademisi untuk membahas terkait pencegahan penularan antraks, khususnya di Kabupaten Gunungkidul. Pasalnya, tradisi mbrandu di kabupaten tersebut diduga menjadi penyebab warga di Pedukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, DIY, terpapar antraks.

Salah satu upaya penting yang dilakukan terkait tradisi yang sudah mengakar di masyarakat Gunungkidul ini yakni dengan mengubah mindset masyarakat. Tradisi mbrandu yakni menyembelih sapi yang sudah mati, lalu dijual ke warga dengan harga yang lebih murah dari pasaran.

Tujuannya yakni untuk meringankan kerugian pemilik ternak yang ternaknya mati, baik itu karena sakit atau sebab lain. "Tradisi ini dilakukan untuk menyembelih sapi yang sakit atau sakaratul maut, lalu dagingnya dijual murah dan dibeli oleh tetangga untuk meringankan beban warga yang memiliki hewan ternak," kata Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, Rabu (12/7/2023).

Ia menegaskan, meski tujuan dari mbrandu semata-mata untuk membantu sesama, tetapi pihaknya menyayangkan karena dapat membahayakan masyarakat. Terlebih, tradisi tersebut memperbesar risiko penularan antraks.

"Oleh karena itu, harusnya muncul mitigasi risiko kesehatan berbasis budaya atas maraknya kasus tersebut. Ruang partisipasi dibuka selebar mungkin, agar kolaborasi pencegahan dapat dilakukan," ujarnya.

Untuk itu, menurutnya perlu dilibatkan akademisi maupun pakar untuk mencegah antraks berbasis budaya. Pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan pembahasan dengan akademisi maupun pakar terkait permasalahan tersebut.

"Kami akan ajak pakar atau akademisi untuk berdiskusi bersama ketika ini menjadi kejadian yang memang masih ada masyarakat mempunyai rasa 'eman-eman', sehingga ini masalah pemahaman," ungkap Andriana.

"Memberikan pemahaman, mengubah mindset masyarakat ketika gejala atau bakteri antraks ini sudah kelihatan, harusnya masyarakat sudah mulai paham bahwa hewannya segera dikubur atau dilakukan penanganan kesehatan," katanya.

Dinas Kesehatan DIY telah mencatat setidaknya ada 87 warga yang terpapar antraks. Sedangkan, tiga orang di antaranya meninggal dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement